Disclaimer: Before accussing me of generalizing you might want to read this part before moving on. Selbsverständlich nggak semua orang Indonesia begini. Banyak anak muda yang proaktif, yang cerdas, yang jauh dari apa yang gue tulis di bawah ini. Tulisan ini murni dari pengalaman gue, opini gue, dan hasil observasi gue terhadap orang-orang yang gue temukan di internet.
Kalau sedikit banyak ada perbedaan pendapat atau cara pandang terhadap
masalah ini ya wajar aja. Pengalaman lo dengan gue di dunia maya udah
jelas beda, orang-orang yang lo dan gue temuin juga pasti beda. Kolam
kita beda, sudah pasti opini yang terbentuk akan berbeda pula. Last time I checked everybody has the right to express their thoughts and is entitled to their opinion. I'm entitled to mine and this blog is where I mostly turn my thoughts into words. I never asked anyone to agree with everything I said here because that's not the purpose of me writing in the first place. I'm open to any feedback,
discussion, or your thoughts as long as it's healthy, constructive and
doesn't feel lowkey offensive. So if you happen to have different
opinion on this, there's no need to be overly salty. It's possible to read something we don't agree with on the internet and simply move on with our lives.
Einen wunderbaren Tag wünsche ich euch.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
"Kak, gimana sih caranya biar bisa kritis kayak Kak Gita?"
"Kak, gimana caranya Kak Gita bisa banyak tau tentang macem-macem?"
"Kak, biasanya Kak Gita baca berita di mana?"
"Kak, gimana sih cara Kak Gita baca berita gitu? Liat di mana? Kak Gita kan sibuk kuliah."
Pertanyaan di atas adalah beberapa dari pertanyaan lucu yang sering gue dapatkan dari orang-orang di internet. Not just funny, but until now these questions remain unanswered since I am still not able to respond to any of them.
Sejak beberapa tahun belakangan ini kayaknya pengguna internet di Indonesia makin meningkat. Mungkin karena makin lama harga smartphone dan harga kuota internet makin terjangkau, aksesnya pun jadi makin mudah. Nggak cuma di Indonesia doang kayaknya. Di belahan dunia lain orang-orang juga makin melek internet. Tua, muda, tinggal di kota, di desa, semua udah familiar dengan internet. Konklusi yang gue dapet? Kemajuan teknologi nggak lantas membuat masyarakat Indonesia mengubah tabiatnya. Nggak nyambung. Okay, let me explain it to you. Mungkin buat beberapa orang internet semacam savior kali, ya. Dari yang biasanya cuma punya TV atau buku sebagai sumber informasi, sekarang tinggal buka laptop/pc/hape dan cari informasi yang kita mau. Dulu orang-orang rantau macam gue mungkin sebelum ke luar negeri harus diajarin dulu cara masak sama nyokapnya. Sekarang tinggal cari resep dan ikutin langkah-langkahnya. Dulu mahasiswa harus banget pinjem buku di perpustakaan. Sekarang dengan bantuan Wikipedia kita bisa dapetin gelar sarjana. Lo pernah denger nama "Julius Yego"? He's an athlete from Kenya, javelin thrower, a great one to be exact. Dia kemaren berpartisipasi di olimpiade Rio. Gimana cara dia belajar jadi atlit javelin? Lewat YouTube. Mengetahui begitu banyak hal yang bisa kita pelajari di internet, pertanyaan-pertanyaan di atas jadi terlihat invalid. But you see my point? Kemajuan teknologi nggak lantas membuat masyarakat Indonesia mengubah tabiatnya.
Kalo lo tanya ke gue kenapa Indonesia, walaupun udah berkali-kali upacara 17 agustusan, sampe sekarang tetep nggak maju-maju, jawabannya adalah karena orang Indonesia itu pemalas dan nggak ada inisiatif. Semua-muanya harus dikasih tau, harus dicekokin, harus disuapin. Mungkin untuk negara maju dengan adanya internet segala urusan mereka bisa sangat terbantu, tapi nyatanya nggak buat negara kita. Terlebih anak mudanya, ya. Karena sekarang banyak konten-konten tutorial bermunculan, dari tutorial makeup sampe tutorial ngangetin makanan di mikrowave, mereka pikir semua aspek di dalam hidup juga harus ada tutorialnya. What does it lead to? Daripada buka browser, mengetik apapun pertanyaan mereka di search engine, dan pilih-pilih sendiri artikel yang mau dibaca, mereka lebih seneng nanya orang random di sosial media--disuapin langsung jawaban atas pertanyaan mereka. Oh, I know what I'm talking about. Pernah ditanya orang gimana cara ngilangin rasa malas? Pernah ditanya orang 1 euro berapa rupiah? Pernah ditanya orang harga tiket pesawat dari Jakarta ke Berlin? Gue sering. Internet adalah jendela dunia. Sorry, but it doesn't apply to my country. Internet membuat masyarakat Indonesia makin lumpuh, makin nggak ada rasa ingin tau (tapi anehnya rasa ingin tau terhadap kehidupan orang lain malah makin tinggi. Di situ lah kata "kepo" muncul), makin nggak bisa menjadi diri yang indepedent, dan makin jauh dari ekspektasi. Internet nggak membuat orang Indonesia jadi pintar. Thanks to the internet barusan gue jadi tau kapan sebenernya internet masuk ke Indonesia. Despite keberadaan internet yang ternyata sudah dari awal tahun 1990an banyak dari kita yang masih nggak tau kalau dunia maya itu (bisa jadi) lebih luas dari dunia nyata. Banyak dari kita yang masih nggak sadar kalau internet bukan sekedar sosial media. Internet bukan cuma berisi tentang info orang yang lagi lo kepoin. Internet bukan cuma diisi sama online shop. Tapi mengingat tabiat jelek orang Indonesia yang gue sebut di atas, gue pun nggak heran dengan kenyataan yang ada. Se-triggered-nya gue dengan pertanyaan 1 euro berapa rupiah, nyatanya bagian kecil dari otak gue tau kalau semua ini harus dimaklumi.
Beberapa waktu yang lalu (terima kasih kepada kehidupan politik Indonesia yang nggak berkontribusi positif terhadap kecerdasan bangsa dan kepada bangsanya juga yang memang nggak mampu untuk dikasih politik "cerdas") kita jadi sering banget denger kata "hoax". Nyatanya masih banyak orang Indonesia yang nggak bisa bedain mana berita bener dan berita boong. Nyatanya masih banyak orang Indonesia yang kemakan berita hoax dan akhirnya ribut-ribut sama strangers di internet. Lagi, se-denial gue dengan kenyataan kalau orang Indonesia gampang banget dibikin berantem sama berita provokatif, otak gue tau kalau semua ini harus dimaklumi. Jangankan memilah berita, nyari berita aja orang Indonesia males. Akibatnya banyak orang-orang yang memanfaatkan keignoranan netizen Indonesia dengan cara bikin "portal berita" nggak jelas dan nyebarin beritanya di Facebook atau di sosial media lainnya. Efektif, nggak? Banget. Buktinya berita-berita tersebut selalu viral dan comment sectionnya selalu seru dengan orang berantem. Yang lebih menyedihkan lagi adalah netizen Indonesia nggak sadar kalau mereka lagi dibodohin, tapi malah merasa fully informed dan dengan agresifnya mencoba untuk "enlighten" orang-orang yang memiliki opini bersebrangan dengan mereka karena mereka ngerasa paling bener. Indonesia, negara yang nggak tau kapan majunya.
Kemaren gue dan beberapa temen membicarakan hal yang serupa, kebutaan masyarakat terhadap dunia maya dan ketidakmampuan mereka untuk keep up dengan kemajuan teknologi. Obrolan dimulai dengan gue yang mengeluhkan pertanyaan bodoh yang sering gue dapet di sosial media, dilanjutkan dengan banyak orang Indonesia yang masih nggak tau fungsinya e-mail (padahal kalau mau main sosmed harus pake e-mail ehm.), berlanjut ke fenomena Pokemon Go yang bikin abang-abang counter hape kebanjiran rezeki karena banyak orang yang minta mereka untuk download-in game nya di hape, berakhir dengan gimana netizen Indonesia menghadapi fake news yang sekarang beredar di mana-mana. A friend then came up with the idea of an app that can help users to sort out the news. Jadi, berita di app tersebut adalah berita yang udah terkonfirmasi kebenarannya dan berita yang bersumber dari portal berita legit semata. Gue cuma bisa ketawa. "Coy, gue ngerti keinginan lo nyuguhin mereka dengan berita legit. Tapi orang-orang itu nggak ada yang download app lo in the first place.". Dikasih berita di depan muka aja yang dilihat cuma headlinenya. Boro-boro mau download app portal berita, boro-boro berinisiatif ngebandingin sama sumber berita yang lain, boro-boro berinisiatif cari sendiri berita benernya. It is sad but that, my friend, is the reality. Sekarang solusinya apa? Kalau lo bertanya ke gue apa solusinya, pertanyaannya sama membingungkannya dengan "gimana cara Kak Gita bisa berpikir kayak gini?". Gue hanya bisa mengerutkan dahi dan bertanya dengan diri gue sendiri, "Bukannya semua orang punya otak, ya? Bukannya fungsi otak buat mikir, ya?". Lalu apa solusinya? Bukannya udah ada di nature manusia untuk mencari solusinya sendiri, ya?
Setiap kali gue berdiskusi tentang masalah ini ke Paul kami berdua selalu bertanya-tanya dan pertanyaan kami masih belum didapetin jawabannya. "Kenapa orang Indonesia nggak ada inisiatif bergerak sendiri seperti layaknya manusia normal dan nggak ada rasa ingin tau ketika mereka memiliki lubang-lubang informasi di otak mereka yang harus diisi? Kenapa mereka nggak tergerak untuk mencari tau ketika mereka sadar kalau ada banyak hal yang mereka nggak tau? Instead, hence the title of my post, masyarakat Indonesia ternyata harus selalu dituntun dan disuguhkan. Generasi kita adalah generasi tutorial. Masyarakat Indonesia ternyata harus dikasih ikan, karena mereka nggak tau caranya memancing. Wait, apa sebenernya orang Indonesia nggak sadar kalau mereka sebenernya banyak nggak tau?
Kemaren malem sembari gue beres-beres dapur gue coba pikir-pikir lagi. Terus gue iseng nelfon Paul ngobrolin tentang macem-macem, dari debat calon gubernur DKI sampe celotehan gue dan temen-temen gue di sore harinya. Bukan mau mencari jawaban atas pertanyaan gue di atas, tapi sekedar pengen mengeluarkan uneg-uneg di kepala. Entah gimana thought processnya, tiba-tiba gue dilanda rasa sedih dan pesimis. Terlalu jauh sih gue loncat dari tema netizen Indo yang males cari berita ke permasalah ini. But I tend to overthink. That's why. Sebenernya pikiran ini udah terlalu sering tiba-tiba muncul di kepala. Harusnya gue nggak menjadikan sedih dan pesimis ini sebagai reaksi lagi. Buat gue, nggak masuk akal negara yang begitu besar, yang level kesejahteraan dan pendidikannya terlalu timpang, yang kehidupan ekonominya masih terlalu terpusat di ibu kota, yang masih struggling sama urusan public transportation, harus mengadaptasi sistem yang ada sekarang. Sebenernya rakyat Indonesia belom siap buat memilih pemimpin buat mereka. Mereka belom siap buat jadi penonton permainan politik Indonesia. Gimana kita mau punya pemimpin yang beneran capable dan beneran pinter, kalau yang memilih aja gampang dibodohin sama berita palsu, gampang ditipu sama pencitraan klise, dan gampang diadu domba pake isu SARA. Rakyat Indonesia, disebabkan oleh kemalasannya sendiri, ketidakpeduliannya sendiri, dan keignorannya sendiri, cuma akan dijadiin korban. Media-media busuk yang nggak tau lagi caranya netral, politisi-politisi culas yang gampang aja pura-pura jadi domba padahal serigala, dan pejabat lain yang bilangnya pingin ngebenerin Indonesia padahal cuma pingin tahta, akan terus jadiin rakyat sebagai korban. Kita itu nggak sadar kalau kebodohan kita adalah boomerang yang berbalik. Generasi muda yang tau cara main sosial media dan bahkan bisa ngepoin orang kayak agen CIA, tapi nggak tau caranya meng-inform diri mereka sendiri, itu fatal banget. Kita lho yang nanti harus take over negara ini. Kalau kita aja segitu butanya dengan sekitar, cuma tau apa yang lagi nge-trend doang, cuma tau apa yang menghibur doang, cuma tau cara pake Instagram doang, tau cara nanya orang di Ask FM tapi nggak tau caranya googling, tau caranya posting foto lagi makan di restoran kece ke Instagram tapi nggak tau caranya baca berita--nggak tau caranya nyari berita, nonton YouTube cuma nonton vlog doang, cuma nonton makeup tutorial doang, mau pake jilbab aja harus lagi-lagi liat tutorial, cara belajar mesti liat tutorial, mencari motivasi kuliah aja harus minta cariin sama orang di Ask FM,
Indonesia mau dibawa kemana?
CADAS tulisannya !! setuju 100%. sebagai keluarga diaspora yang punya 3 anak cewe yang beranjak abg, saya jadi takut pulang ke indo....hehe
ReplyDeletesalam dari Doha
Makasih banyakk!
DeleteTo be honest, saya pun ada ketakutan yang sama Mbak/Mas. Tapi kayaknya yang bisa relate cuma sesama diaspora. Yang di Indonesia mungkin ngeliatnya kita malah belagu hiks :(
No, we don't , ka Gita. I am, personally, inspired by you to keep thinking critically.
DeleteJustru temen-temen mahasiswa seperti kaka harus kembali ke Indonesia karna kalo orang-orang pintar di negara ini semua pergi ke Luar Negeri, Indonesia hanya punya org2 yg terbelakang dan ngga akan berubah. Kita pemuda penggeraknya 😊
Salam dari Jogjakarta🙋
Setelah ikut membaca artikel dan kolom komentar, saya jadi bertanya-tanya. Bertanya mengenai seberapa hebatnya saya menyuapi diri saya sendiri dengan informasi. Bertanya mengenai seberapa hebatnya saya mengedukasi diri sendiri. Bertanya apakah harus menjadi bagian dari diaspora dahulu baru saya bisa yakin bahwa pemikiran saya ini tercerahkan? Entahlah apa jawabannya. Yang pasti jika sudah membawa opini tentang masyarakat Indonesia, yang menjadi penting adalah seberapa bermanfaatnya kita untuk Indonesia. Seperti yang sudah dilakukan Mb Gita salah satunya, terima kasih sudah menunjukkan satu tamparan pemikiran untuk kita semua.
Deleteterimakasih secara tidak langsung telah mengingatkan gw git tentang internet, bahkan orang berpendidikan master kyk gw masi belom siap 100% menggunakan internet!solusi terdekat mungkin saling mengingatkan tentang ap tujuan di adakan internet! tapi sebenarnya balek lagi ke masalah tabiat, gw rasa pendidikan di sekolah bisa dijadikan solusi mengenai generasi memunduk di mana para pendidik tidak hanya mengajarkan teori tpi juga membentuk karakter! tetap ngevlog dan ngenlog ya git, dan terimakasi sejauh ini kontribusi fikiran yg lu sumbangkan untuk indonesia sangat bermakna, menurut gw. tetap ngenlog dan ngevlog ya.. danke :)
ReplyDeleteTerima kasih juga Eliza udah mau baca uneg-uneg gue ini :)
DeleteHahaha that's how social media works, and most of Indonesian, especially teenagers, they don't want to "ketinggalan zaman" Kak Git, and I think you are one of an influencer now. You should know the risks. :)
ReplyDeleteSeperti yang tertulis di atas, I'm aware of that. But I'm aware that the attitude we, young indonesians, have right now isn't right ;)
DeleteSo do I. I mean if you're aware of that, so don't facilitate them. Sorry to say, but in my opinion, just make them think when they asked you something and the most important is don't make them a video tutorial too. It started from there. I'm just like you, disturbed by the curious people and non-critical thinker. I hope this article can answer that and make them realize. Thanks before :)
DeleteThanks Git, lo setidaknya bantu lebih banyak generasi muda Indonesia untuk lebih kebuka lagi pikirannya. Semoga tulisan lo ini dibaca sama lebih banyak orang Indonesia ya, dan semoga dibacanya sampe tuntas, nggak cuma headlinenya doang. Thumbs up Git!!!
Delete*thanks in advance
DeleteYg paling ga ngerti lagi sama hoax sih kak Git. Bahkan yg ngaku mahasiswa aja masih dengan mudahnya ngeshare berita hoax. Itupun bukan hoax yg "baru" tp udah pernah ada dan lagi2 dishare. Huft
ReplyDeleteBerpendidikan bukan berarti pinter :p
DeleteStrong point being made!
DeleteDaebak git !! Semacem tamparan bagi gua sendiri yg kadang masih belum memanfaatkan dengan bijak si internet ini . Ditunggu tulisan selanjutnya git
ReplyDeleteAku nggak berpikir tulisan ini belagu atau pesimis dsb karena emang itulah realitanya. I cringed so much waktu kemarin belajar UAS teman ada yang nanya gini, "Pengertian berpikir kritis apa sih?" Serius anak kelas 3 SMA masih nanya apa itu berpikir kritis?
ReplyDeleteBy the way, great post as usual kak Git!
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteKira kira ya, kalau kamu sekarang harus berada di tengah-tengah mereka (generasi tutorial) ini. Apa yang akan kamu lakukan ? Dengan segala yang sudah kamu dapat dari hidupmu di dunia, kamu mau ngapain sama mereka?
ReplyDeleteThis should be viral! Gue setuju setuju setuju banget sama tulisan lo. Menurut gue, orang Indonesia belum siap untuk berinternet. Gue kira selama ini cuma gue doang yang merasa seperti itu karena sebenarnya gue juga muak dengan pertanyaan yang sebenarnya dengan mudah bisa didapatkan lewat Google. Gue juga punya pengalaman saat menjadi panita acara, waktu itu ada anak panitia lan yang kebingungan harus cari sponsor apa dan alamat perusahaannya. Ujung-ujungnya bukannya berusaha dulu untuk cari di Google malah langsung nanya "alamatnya di mana ya kak? Itu perusahaan apa ya kak?" C'mon buat apa, sih punya smartphone canggih kayak iPhone 7 tapi nggak bisa menggunakan Google? *jadi ikutan curhat* I know mungkin ini juga jahat tapi, ya rasanya pingin banget "nampar" orang-orang Indonesia kalau mereka masih belum bisa melek teknologi untuk mengambil manfaatnya instead of being gengsi demi pergaulan.
ReplyDeleteWell, thank you so much for sharing your thoughts, Git. Ditunggu tulisan-tulisan menarik selanjutnya! :)
Gitaaaaaaaa..... Tulisan lo menampar gue. Tapi bukan yang keponya. Kayaknya tulisan lo hrs jadiin speech di vlog lo. Tujuannya bukan buat viral, tapi menampar anak muda lainnya kayak gue. Budaya membaca di Indonesia masih kurang git, apalagi baca blog cuma tertentu. Gue harap tulisan ini bisa jd speech lo dn tmn2 lo di youtube. Harus git !!!
ReplyDeleteKalau dijadiin konten buat vlog nanti dislikes nya buanyaakk xD
DeleteSampe ga ngerti mau ngomong apa saking, saking setujunya saya sama tulisan ini! Saya tua bbrp taun dari Gita dan ibu 1 anak, tapi saya banyak belajar dari Gita, karena Gita yg skrg ini gak lepas dari peran org tua. Itulah kenapa saya harap para org tua di Indonesia mau belajar parenting, karena karakter anak dibentuk mulanya dari rumah. Skrg udh banyak kok milis2, blog dan seminar2 jg buku2 parenting, krn kalo mengandalkan sistem pendidikan formal di Indonesia, kita tau sendiri lah. Harapannya sih dgn mau belajar ilmu parenting, kita bs "mencetak" generasi muda yg berkarakter, mentalnya tumbuh sesuai usia (krn banyak kan udh umur tp gak dewasa), manusia2 yg punya attitude, good manners, etc. Awalnya dimulai dari rumah, dari lingkungan paling kecil, kalo aja semua keluarga sadar, insyaAllah ada harapan perubahan yg lbh baik. Krisis mental ini harus diperangi. Mulai darindiri sendiri, perbaiki diri, tingkatin kualitas hidup, jgn lupa perbaiki ibadah.. insyaAllah ada perubahan. Semoga ya!
DeleteSemoga yg baca blog Gita dan follower youtube/ignya tergerak untuk mulai berubah dari diri sendiri.
YASH MB bener banget, kayaknya emang banyak dari generasi ini yang malas banget bahkan sedekar scroll di grup buat nyari informasi yang mereka butuhkan. Kadang juga ngga habis pikir sama orang yang ngga bisa menyortir informasi yang masuk ke mereka dan jadinya malah bikin rancu.
ReplyDeleteSemoga kita bisa memajukan bangsa ini, Mb Git.
Setuju dan udah sempet tadi aku dm ke akun mu kak. Hanya ada beberapa anak muda yg aware ama berita2 yg gak seharusnya dikonsumsi. Secara pribadi kalo liat berita2 yang macam gitu tangan rasanya gatel pengen nge dm. Tapi malah dibales kita bukan orang politik kita hanya memberitakan kenyataan. Kenyataan yg dibungkus pake provokasi dengan akun Islamic. Semakin menjamur akun2 seperti itu.
ReplyDeleteSetuju banget. Dan kebanyakan anak muda sekarang berguru sama akun2 yg salah di sosmed. Belum tentu bener udah di-iya iya-in aja. Dan parahnya lagi dia merasa benar dengan berita yg salah. Mereka belum sadar bahwasanya kebodohan yg dilakukan itu malah memperburuk citra sendiri. Saya sering skali nge dm beberapa akun yg nyebarin berita yg kurang bagus di sosmed. Walaupun tanggapannya saya malah dibilang yg macem2. Yaaa beginilah Indonesia. Belum pintar tapi merasa pintar. Mungkin bisa berbagi pengalaman juga mengenai hal yang sama. Visit yutafiripm@blogspot.co.id
ReplyDeleteKebanyakan dr generasi saat ini adalah malas mencari hal baru yg positif dan minat membaca yg kirang. Ini yg ngebuat, generasi nya cuna mau di suapin sm di sediain. Ternyata indonesia, masih bayi :(
ReplyDeleteAku pribadi ngelihatnya, dari awal indonesia sudah kehilangan karakter bangsa yang kuat, merdeka, dan mandiri. Buktinya, dengan berbagai macam SDA, belum bisa mengolahnya sendiri. Tentunya hal ini ada tendensi politik yang menungganginya. Karena tdk dikelola dg baik, masyarakat bak mati di lumbung padi. Miris.
ReplyDeleteSerta karakter bangsa yang tidak dibangun berdasarkan dasar kepribadian yang kuat menjadikan sifat2 yang tak baik ada dalam diri masyarakat.
Tentu, kalo aku lihat penyelesaiannya tidak bisa dari satu sisi saja. Karena semuanya saling bersangkutan. Individu, lingkungan, dan negara harus diperbaiki dengan solusi yang mengakar.
100% agree KakGit. pertanyaan yang KakGit dapat itu emang keterlaluan sih. mereka menanyakan sesuatu yang seharusnya bisa mereka cari sendiri jawabannya dan jawaban itu disediakan di dunia maya yang mereka pake buat ask kakGit.
ReplyDeletegw sering dapat banyak ask yang akhirnya ngga gw balas lagi karena itu nggak penting banget dan bisa dicari di Internet.
mereka juga harusnya jangan langsung telan satu berita lalu terprovokasi. gara - gara debat berita hoax pun, mereka "dibodohi" sama pembuat berita.
kadang suka sedih, internet itu luas, kenapa mereka bisa pake sosmed update sana sini kekinian, tapi ngga bisa memajukan diri mereka...
nice post to share, make this video kaaak, insyaAllah akan sangat bermanfaat meskipun akan ada aja mereka yang bakal dislike.:)
Gue ngakak parah baca kalimat-kalimat pertanyaan konyol di pembuka. Akhirnya kak Gita bahas itu juga. LOL.
ReplyDeletePada intinya sih generasi sekarang itu pemalas. Wkwkwk.
Saya setuju bgt dengan tulisannya. Sekarang banyak sekali media-media yang nga jelas informasinya. Menurut saya pribadi sih dengan liat, baca berita, kayak ada pesanan dari oknum tertentu. Ini loh yang harus disampaikan, ini loh yg harus di publish. Dan lebih parahnya lagi menciptakan suatu isu tertentu untuk mengalihkan kasus sebelumnya, ditambah lg kebanyakan orang indonesia itu ingatannya jangka pendek gitu, ada kasus baru, beritanya heboh dimana-mana, ya udah, kasus lama lupa, hilang entah kemana.
ReplyDelete#jadiikutansharinguneguneg
Halo Kak Gita! terimakasih tulisannya... tulisannya cukup menyentil saya pribadi kak. Oya, saya juga setuju soal penggunaan google kak. Kadang saya jawabin ke temen "cari aja di google, kan hpnya udah bagus!" tapi rasa-rasanya jawaban saya malah menyakiti hati teman-teman.
ReplyDeleteDan tentang pemilu.. Saya sempat kepikiran mending yg milih orang2 tertentu aja deh, misal presiden dipilih sm DPR. Kan mereka lebih mengetahui bagaimana rekam jejak dr si calon.. Eh tapi orang2 yg lebih mengerti (dalam bahasan ini adl DPR) juga kan bisa subyektif dalam menilai (iykwim)
Keep inspiring, Kak ❤
Setuju. Ditambah lagi ya, menurut gue ya kak Git, Indonesian Teenagers itu skrg kebanyakan udah tau sa-lah, tapi gak mau dikritik, sekalinya dikritik malah feedback kekita hate speech. Then, ke-ke-po-an terhadap kenegatifan seseorang lebih tinggi dari pada kebaikan seseorang, itu pandangan gue sih, secara baru baru ini banyak bgt vlogger semacam konten negatif yang bukannya menjadi awareness buat generasi penerus bangsa, tp malah jd role model biar dikatakan gaul. Sedih sih, yang bisa gue lakuin cuma bikin positive campaign lewat video dan membagikan ilmu:"). Diterima baik atau nggak, yaudala tetap maju pantang mundur seperti kak Gita. Duh jd ikutan curhat.
ReplyDeleteSungguh menampar saya kak. Saya adalah orang yang hobby debat di sosmed, awalnya gemes sama orang yang beda pendapat sama saya dan sering ngepost berita hoax. Tapi lama-lama malu juga, debat sama stranger di medsos pake akun real lagi. Ga ngefek ke orang yg di debat juga. Thanks kak gita.
ReplyDeleteAku pribadi setuju kak sama statement kak gita tentang penggunaan internet di indonesia, sebenernya sedih banget si kalo di liat-liat orang orang di indonesia mulai diracun sama informasi dari internet yang bisa dibilang itu sebenernya ga penting,aku sendiri aja sekarang kesulitan buat cari informasi yang bagus.sekarang itu apa-apa gampang banget dicari dan akhirnya muncul lah budaya instan yang dimana semua orang maunya serba cepet sehingga bikin orang-orang di indonesia jadi pribadi yang pemalas. Semakin hari konten-konten yang ada di media sosial itu semakin buruk dan bahkan ga mendidik sama sekali. jujur aku jadi seorang pelajar sedikit kecewa sama orang-orang di indonesia. Semakin hari itu orang-orang di indonesia mungkin bahkan di dunia mereka lebih mementingkan hal-hal yang seharusnya ga perlu buat di ekspos malah di jadiin konten yang bisa ngeracunin otak. Aku juga sempet ngebahas hal ini baru-baru ini sama temen-temen disekolah tentang masa depan indonesia dan aku juga sempet mikir mau sampe kapan indonesia bakal diracunin sama informasi dan hal-hal yang selalu bermunculan di media sosial. Mungkin untuk sekarang indonesia bisa dibilang masih jauh banget biar bisa jadi negara maju tapi kalo di teliti lagi banyak banget potensi yang ada di indonesia yang masih belum terlihat. Negara indonesia ini kan negara kepulauan dan punya jumlah penduduk ke 4 dunia terbanyak nah mungkin salah satu kendala kenapa indonesia gini-gini aja dari dulu jadi banyak kendala buat pemerintah ngaturnya.kalo menurut aku si ya kak sebaiknya si ya kita sebagai netizen atau orang-orang yang selalu menggunakan media sosial coba lah berfikir maju,lebih kritis apa ya ya pokoknya ubah pola pikir kalian. Jangan cuma kemakan sama info-info gajelas, pemikiranya harus lebih selektif lagi. Setidaknya walaupun indonesia belum jadi negara maju ya masyarakatnya lah yang mencoba berfikir lebih maju biar indonesia ga terpuruk-puruk banget. Tapi kak git jangan takut kak pulang ke indonesia karena hal-hal yang terjadi indonesia,karena ada pepatah bilang hujan emas dinegeri orang,hujan batu di negeri sendiri.
ReplyDeleteSedikit sharing aja nih kak gita hehehe..terus bikin konten-konten yang bermanfaat kak dan keep fighting kak..
Gw sangat setuju,udah ngerasa gerah banget sama hal kaya gini. ini bener-bener jadi bahan refleksi buat generasi muda dan tenaga pendidik juga.
ReplyDeleteSebagai guru Preschool gw ngerasa anak-anak sekarang itu rasa pingin taunya tinggi tapi usahanya itu ga ada. Meraka itu bisa bilang "ga bisa dan ga tau" tanpa mau mencoba dulu dan coba cari tau dulu. Kalaupun ada rasa penasaran dan rasa pingin tau, mereka tinggal sit down nicely buka gadgets dan cari semuanya di internet tanpa ada filter atau eksplorasi langsung. Oke they know everything from the internet tapi mereka lupa gimana cara mencari informasi dari sumber lain pengalaman mereka akan eksplorasi langsung beneran minim. Mereka bahkan ga tau kalau di buku itu bisa memuat semua informasi yang mereka butuhkan dan eksplorasi langsung itu bisa membantu mereka lebih memandang satu hal itu secara untuh. Anak-anak ini masih bisa kita bantu untuk merubah ke adaan tapi bagaimana bisa kalau hanya guru aja yang berperan atau orang tua saja atau hanya sebagian kecil orang2 yang concerns. Kita bener2 harus kerjasama supaya bisa merubahnya tapi justru itu yang masih sulit di lakukan dan bikin kita ga maju-maju :(
Terima kasih git buat postinganya semoga ini bisa membuat kita semakin sadar lagi dan punya keinginan untuk sama-sama bergerak lebih maju lagi :)
Kak git aku sepakat banget sama cara pandang kakak. Btw rasa pesimis terhadap Indonesia sebenernya udah lama kurasain, dan selesai baca artikel kakak, rasanya gak karuan banget, ibarat membuka kegelisahan lama. Sempet capek klau mikirin apa yg ada di Negara ini, bahkan mutusin buat gak mau lagi peduli karena kondisi Indonesia emang gak akan bisa diperbaiki kalau yang mikirin cuma sendirian. Tetapi setelah baca tulisan kakak dan baca respon netizen sebelum aku yg komentar disini, sedikit muncul kata optimis karena masih ada anak bangsa yang masih aware sama kondisi Indonesia. Semoga kedepannya ilmu yang bisa kita sumbangkan akan memberi banyak manfaat buat memperbaiki ini semua dan akan banyak lagi anak bangsa yang 'cerdas hati dan pikiran'.
ReplyDeleteDitunggu artikel selanjutnya kak... Inspiring banget soalnya.
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteHahaha atau mungkin yang nanya beneran nggak tau kalau Google itu exist? *asking the real question here*
DeleteThis comment has been removed by the author.
Deletewadaw keren! sebagai public figure berani menuliskan keresahan yang dialami banyak orang tanpa takut kehilangan penggemar atau semakin dianggap negatif oleh haters.
ReplyDeleteKeep shining lah git! Emang orang-orang yang punya pengaruh besar harus berani speak up soal beginian supaya ada perubahan yang masif
(((Kayaknya karena gue enggak pernah merasa gue public figure (because followers on social media are just numbers and I'm a nobody) makanya gue ngga terpikir ke kehilangan penggemar atau gimana kali ya)))
DeleteBut, thanks!
rasanya pgn ngelike postingan ini dan komentar orang2. saking setujunya.
ReplyDeleteMe, too. But there's no like button so I just replied to each and single one of them.
DeleteCouldn't agree more, not only do they tend to believe everything quickly, they also react at jet speed... ranting and ranting, paragraphs after paragraphs about anything but opinions that make sense. Thanks for writing this, I hope they start to realize lol. Looove youuu (dont worry gita's bf im a girl lololol)
ReplyDeleteThank you for spending some time to read it. LOL thanks for confirming x)
DeleteI agreed with you Kak..
ReplyDeleteSemoga bagi pembaca yang ada di dalam negeri bisa bawa pengaruh positif akibat tulisan lo ini Kak..
I supported you always Kak..
Terima kasih tulisannya kak..
semoga jadi amal ibadah buat ka gita :)
Amiin, terima kasih banyak doanya :)
DeleteAssalamualaikum, Gita
ReplyDeleteMembaca blog Gita. Merupakan salah satu cara saya tetap menjadi orang waras. Saat ini, memang benar ada sebagian orang yang dari internet bisa berantem gara-gara berita hoax. Hapal tentang kehidupan orang lain ataupun kehidupan artis. Bahkan dengan seribu satu masalahnya. Ya memang dengan teknologi internet semuanya jadi gampang dan bisa diakses siapapun. Tapi entah mengapa kok rasa-rasanya norma dan aturan dalam tatanan sosial sekarang langsung aja "dihajar".
Kedua, saya sempat kaget sekali. Beberapa toko buku di Indonesia tutup. Mulai dari tutupnya beberapa toko buku Gunung Agung. Hingga Gramedia pun. Melakukan sale besar-besaran. Padahal untuk terciptanya sebuah buku. Ada sebuah jalan panjang yang harus dilalui penuh dengan kerja keras dan kesabaran.
Tapi bagaimanapun itu negara dan bangsa kita. Sedikit banyak kita harus berusaha membangunnya. Baik berada didalam negeri maupun luar negeri. Semangat.
Waalaikumsalam Mbak Dee,
Deletemakasih ya udah mampir dan berbagi infonya. Saya baru tau lho toko buku di Indonesia pada tutup gitu. Kirain cuma toko kaset doang hiks.
halo git dan mba dee, saya rasa tutupnya toko buku bukan sepenuhnya minat baca yang kurang, harga buku yang terlaaaluuuu mahal ditambah kurangnya minat baca!!! masih banyak kok masyarakat Indonesia yang suka baca. harusnya harga buku disubsidi jadi masyarakat yang punya minat baca yang besar tapi terhalang harga keinginannya bisa tersalurkan. trus buku yang diobral besar - besaran juga bukan buku yang banyak peminatnya, banyak juga lo masayarakat Indonesia yang suka bacaan berbobot...
DeleteSekarang sih Indonesian masih carut - marut apalagi musim kampanye gini tapi saya masih optimis Indonesianya maju. Ekonomi mulai membaik (meski masih timpang), hukum juga yaaaahhhhh belum tegak - tegak amat, politik masih bermuka dua yang paling penting sih Pembangunan Sumber Daya Manusianya sih mulai terlihat baik meski banyak juga yang alay lebay....
saya optimis kalau yang perduli Indonesia Berani dan mau ikut membangun Indonesianya.
Dulu kata guru SMP gue ya Kak, kalo cari titik awal gimana bisa semrawut ini itu ga bisa. Kita seperti berada di lingkaran setan yang pasti ketemunya itu lagi itu lagi, entah awalnya darimana. Trus dulu gue sempet mikir bahwa kesemrawutan ini pasti ada akhirnya. Tapi semakin lama gue melihat apa yang ada, menurut gue, ini juga ga bakalan ada akhirnya untuk waktu yang lama karena lingkarannya ga putus putus juga.
ReplyDelete*ngomong apa*
Anyway, tetap menjadi inspirasi banyak orang Kak, khususnya pemuda Indonesia yang bakal jadi pemimpin negeri ini untuk selanjutnya. Kita yang waras ga boleh termakan jebakan dunia(?)
Barakallah
Saya setuju bgt pake analogi lingkaran yg ga putus. Misal, kalo kemalasan generasi muda ini mau ditarik dari sistem pendidikan yg serba kisi-kisi dan kurang aplikasi, pertanyaan selanjutnya adalah kenapa sistem pendidikannya begitu? Bisa-bisa ujungnya mempersoalkan sistem penjajahan yg diterapkan di Indonesia dulu. :)
DeleteGue ngerti kok maksudnya apa haha. Sama kayak Anonymous di atas, gue pun sepakat dengan analogi lingkaran setan. Karena emang ini semua nggak jelas di mana awal dan ujungnya x)
Deletecouldn't agree anymore.
ReplyDeletegue sebagai yah bisa dibilang warga indonesia yang masih perlu banyak belajar dan sekarang ngerantau juga, lumayan ketendang sama tulisan ini. How does internet really change almost most of the indonesian people's behavior and the way they think to the wrong way. Yang dimana terkadang gue kebawa sama jahatnya media dan ikut percaya akan sesuatu tanpa cari kebenarannya lebih lanjut. Yep, but never be the one yang berantem di socmed.
Salut parah sama tulisannya and you inspired me a lot as well.
keep it up kak git!��
Thank you Hana :)
Deletebtw sorry it should be couldn't agree more but you know what i meant rite, yr welcome!😊
DeleteSebenarnya karakter kayak gini bisa dihubungkan dari sistem pendidikan di Indo, especially di pendidikan dasar.
ReplyDeleteMulai dari kecil, anak - anak sekolah harus "disuapin" dengan pelajaran - pelajaran dari gurunya. Jadi dari kecil, mereka udah terdogma, "Oh, belajar itu hanya dari guru. Oh, belajar itu hanya matematika dan sains aja. Guru selalu benar. Guru yang paling tau"
Selama ini, cara belajar di Indo hanya komunikasi satu arah, yaitu segala informasi hanya dari guru. Mungkin bisa aja murid diberikan kesempatan untuk memberikan tanggapan dan kritikan. Tapi keegoisan guru bisa jadi "bermain" disini. Sang guru yang merasa paling benar dan terlanjur close minded menganggap tanggapan murid hanya angin lalu.
Belajar pun kembali dilanjutkan menjadi satu arah.
Guru memberitahu murid.
Murid cukup mendengarkan dan mengerti.
Akhirnya apa? Mental ini akhirnya kebawa sampe si murid besar. Which is, kalo dia mau tau sesuatu, itu berarti dia harus nanya ke orang lain.
Dia gak pede untuk nyari sendiri dan gak ada inisiatif untuk nyari juga.
Sebenarnya aku kasian….
Murid – murid dari kecil sudah kehilangan sosok yang bisa jadi sasaran pikiran kritis mereka disekolah. Mereka terlalu takut untuk bertanya sama guru di sekolah, yang seharusnya bisa mengarahkan pikiran kritis mereka. Bukan malah meng-cut dan men-judge mereka.
Sekarang siapa sasarannya? Yah, Kak Gita ini sebenarnya sekarang jadi “sasaran”. Young Indonesians, menganggap kakak adalah Guru mereka. Kakak guru yang baik dan gak pernah marah. Kakak dianggap pintar dan tau semuanya. Apalagi kakak sekarang jadi influencer di dunia maya Indonesia. Akhirnya, pertanyaan paling sepele pun dilemparkan ke Kakak.
Dan pendidikan karakter dan mental pun tidak diprioritaskan di Indonesia. Jadinya ya gini. Si “komporin” dikit langsung panas. Nelan berita sepenuhnya tanpa difilter. Dan yang paling parah, nyebarin berita hoax. Ngaku – ngaku lulusan S1, tapi nyolotnya kayak anak SD. Berpendapat, tapi gak elegan sama sekali.
#PrayForIndonesianMentality
Indonesia butuh orang – orang kayak kakak. Yang terus berkarya tanpa pencitraan sedikitpun. Yang pede bersuara, tanpa takut kehilangan followers. Dan yang paling aku suka, kakak berani jadi diri sendiri.
Semoga kakak mau kembali ke Indonesia untuk mengubah Indonesia kita jadi lebih baik lagi :)
Salam dari Kalimantan Utara ;)
Agreed dan selain itu mungkin sistem dan kultur di masyarakat yang udah ada dari jaman Belanda sampe sekarang juga sedikit banyak play a role.
DeleteTerima kasih Putri :)
Mantap! Udahlah keren!
ReplyDeleteTerima kasih Novia :)
Deletewahhh kak Gita tulisannya bikin semangat pagi-pagi. iya banget sih kak, banyak banget orang jadi males padahal udah ada internet dan teknologi depan matanya. kayak temen gue kemarin ini, dia nelfonin gue yang lagi ngobrol sama bos gue cuma mau nanya "gia, gue dari bandara ke tempat lo naik apa?" padahal padahal padahal dia bisa googling atau bahkan bisa naik uber, grab, atau gojek 😩 miriiiiiis.
ReplyDeletekeep inspiring Kak Git 😊
ditunggu kedatangannya di Bali kak.
Terima kasih Gia udah baca :)
DeleteBener banget kak, setuju 100%. Orang Indonesia itu terlalu banyak dicekoki sehingga gk pernah terbuka pikirannya. Ayah sya pernah bilang "di Jepang orang lgi mikirin bikin robot yang bisa jdi pembantu, di Amerika NASA lgi mikirin caranya kirim orang ke Mars, bahkan di Bangladesh aja, orang lgi mikir caranya ngatasin banjir, pokoknya seluruh dunia sedang berlomba untuk jdi maju, tpi Indonesia masih ngurusin penistaan agama". Sebenarnya klo menurut sya pribadi, positifnya jalan-jalan ke luar negeri bisa membuat pikiran kita terbuka. Aku udh pernah ke Australia sama Turki. Pertama kli keluar negeri itu aku ke Australia tahun 2015 kemaren, disitu mulai pikiran aku terbuka dgn gmn mereka bisa menjadi negara maju. Aku liat gmn anak sekolah mengisi waktu kosong tanpa hanya di depan TV ataupun hangout Ama teman. Trus aku Agustus kemarin pergi ke Turki, nah di tahap inilah pikiran aku terbuka 100%. Sebelum aku ke Turki, aku masih berpikir bahwa Syiah itu musuh, DSB. Tpi setelah aku pergi ke Turki, aku akhirnya belajar bagaimana menyikapi perbedaan pandangan agama dgn baik. Kan Indonesia ini mayoritas penduduknya Muslim Sunni. Nah, kita cuma dikasih tau klo Turki itu 99% penduduknya Muslim, tpi setelah aku kesana, ternyata yng Sunni cuma 60% yng it's mean sisanya bukan Sunni. Disini kan suka orang bilang Syiah itu bukan Islam, setelah aku kesana, aku tau klo Syiah itu adalah perbedaan aliran yng mesti di respek sama semua orng. Padahal kita di Indonesia, perbedaan antara sesama Islam cuma pola pikir doang, Klo disana perbedaan itu jauh lebih ekstrim lagi. Tpi ternyata orang sana gk pernah saling membeda-bedakan diantara mereka. Jdi menurut aku, jalan-jalan keluar negeri juga cukup bisa membuka pikiran. Jdi orang Indonesia bisa melek terhadap dunia. Segitu aku pergi ke Turki pas lgi ditengah tekanan politik dan teror yang melanda Turki, tpi overall, disana orang mah go on aja. Jdi, jalan-jalan keluar negeri lumayan membantu untuk membuka pikiran, Kaka udh pernah ke Turki blom???, Aku high recommend bgt sama Turki, indah bgt negaranya, almarhum Kakek aku bilang "selain naik Haji, kamu kudu pergi ke Turki minimal sekali seumur hidup". Aku sih punya Paman disana.
ReplyDeleteTerima kasih Alan udah berbagi pengalaman :)
DeleteKayaknya tahun ini skip dulu rencana berkunjung ke Turki karena di sana lagi nggak aman hehe
In my opinion ya kak Gita tiap orang itu punya skala prioritas masing2. Ada yg mau terus berkarya dgn bantuan internet ada jg yg mau eksis doang di internet. Yah kembali lg sih ke masing2 pribadi kalo terus disuapin dan diajarin melulu sih itu juga jadi kerugian mereka karena nggak bisa mengimbangi perkembangan zaman.
ReplyDeleteBetul, semua kembali ke diri masing-masing. Tapi menurutku walaupun itu sebenernya "Privatsache", kalau yang mereka lakukan not quite right kenapa nggak kita angkat temanya untuk paling nggak bikin mereka aware?
DeleteKarena kalau kita ujung-ujungnya mikir "itu balik lagi ke mereka. Kalau mereka begitu, rugi mereka sendiri." kita as a whole nggak akan bisa maju. Karena majunya suatu kelompok bukan karena satu-satu individunya yang eling, tapi semuanya dan yang paling penting setiap orang harus saling ngingetin satu sama lain. Toh fitrah manusia di dunia at the end sebagai khilafah, gotong-royong saling ngangkat derajat masing-masing, menuju kebaikan bareng-bareng, sukses bareng-bareng. Bukan jalan sendiri-sendiri dan acuh.
"Toh fitrah manusia di dunia at the end sebagai (khalifah)"
DeleteMaaf mbak Gita, mau benerin dikit ^^ . Khalifah = pemimpin (seperti yang ada di Al Quran). Khilafah = sistem pemerintahan Islam warisan Rasulullah ^^ . CMIIW
Dankeschoen mba Ariny :)
DeleteNice post, Gita.
ReplyDeleteBtw, belakangan ini aku juga sering mikir gimana caranya supaya aku bisa membesarkan anak-anakku dengan baik dan aku merasa lingkungan tempat tinggalku sekarang tidak baik untuk tumbuh kembang anak.
Ada permasalahan kompleks yang aku lihat di sini. Bahkan di tempat kerjaku karyawannya pun pada malas buka informasi yang jelas jelas sudah ada di laman web nya. Mereka lebih milih nanya orang (yang misalnya sudah pernah upload dokumen di web situ atau nelponin Customer Service nya). Ini parah kalau menurutku.
Ada beberapa hal yang aku yakini itu menjadi sebab dari "Generasi Tutorial" ini, diantaranya pola Parenting yang kurang tepat, lingkungan tempat tinggal dan lingkungan bermain/bergaul si anak.
So, kalau mau mengubah ini semua, aku rasa salah satu solusinya adalah masyarakat kudu mulai sadar pentingnya beberapa poin di atas. Orang tua pun nggak boleh capek monitor anaknya main sama siapa dan kerjaannya ngapain aja. Itu ngaruh banget menurutku.
So bagaimana, Git menurut kamu? Hehe.
Salam,
(Aku manggilnya "Mbak", ya. Maaf kalau taunya salah xD)
DeleteAku paham banget gimana risaunya Mbak sebagai orang tua. Karena pasti Mbak mau yang terbaik buat anak-anak. Aku pun udah mulai kepikiran (dan kebingungan) di mana aku mau membesarkan anakku nanti karena aku ngeliat Indonesia nggak kondusif untuk itu. Nah, ada pembaca di atas yang juga sharing tentang pentingnya ilmu parenting kayak mbak dan sekarang katanya udah banyak forum, seminar, mailing list tentang itu. Mungkin dari situ at least kita bisa create the healthiest and most ideal environment possible buat anak kali, ya. Dan sebagai salah satu dari orang-orang yang aware akan masalah ini, tugas kita ngasih tau ke orang-orang lain biar awareness-nya nyebar.
Thank for sharing your thoughts, Gita. New readers here hehe. Sepertinya ini jadi kegelisahan sebagian orang yang alhamdulillah masih waras ya. Secara garis besar aku banyak setuju sama tulisan kamu. Nggak semua orang Indonesia cukup siap berinternet dengan bijak. Tapi menurutku mereka yang tanya "kalo mau gini/gitu gimana caranya sih?" ngga serta-merta bisa disebut pemalas atau tidak cerdas. Cukup dihargai kalo mereka masih punya rasa ingin tahu dengan bertanya, selanjutnya tinggal distimulasi biar kritis. Dikasi tau di depan muka pake cara sarkas pun suka ngga nyampe kan, malah sakit hati berujung hate speech. Orang Indonesia masi banyak yang denial gitu deeh.
ReplyDeleteDi internet, it's all about sharing. Kita-kita yang lebih waras dan bijak di internet ini lah yang bisa jadi media buat mereka buat masuk ke dunia internet yang tidak menyesatkan. Ngga cuma ngeshare pemikiran-pemikiran kaya gini atau pengetahuan lain, tapi juga share pengalaman. Your vlog is a good example tho. Malu bertanya sesat di jalan, kata orang dulu mah. As someone they look up to, wajar kalo mereka tanya hal-hal retoris kaya gitu. Jawab aja, misalnya, banyak baca tulisan yang berkualitas. Ntar kan bakal banyak yang nanya lagi "kak Gita bacaannya apa? Bukunya cari dimana?" Hehehe. So if I'm allowed to, I suggest you to make a content about what books/whose writings/anything that influence you the most. Harapannya bisa menularkan kewarasan yang haqiqi ke banyak orang ngga cuma generasi muda. Semoga bisa jadi masukan ya. :)
Thanks for sharing you thoughts :)
DeleteAnyway, I'm in the process of doing so! Semoga tahun ini bisa terealisasi hehe
Setujuuu karena aku pun juga sering di dm hal2 yg sbnrnya bs mereka cari tau sendiri. Tp ga smua org Indonesia kayak gitu kok 😊
ReplyDeleteYang sabar ya ngadepinnya hehe
DeleteAwesome as always. Keep on writing, Kak Gita! :)
ReplyDeleteVielen Dank, Irma :)
Deletejleb.... dan sangat jleb... I ever ask someone like that. Dan gue ngerasa itu malah useless, kenapa? Ya karna gue rasa hidup orang kan beda beda kan, jadi tutorial yg works di dia blm tentu works di kita. Ngertikan maksudnya hehe:)
ReplyDeleteGue juga pernah nulis tentang kemalasan ini di blog gue (http://streamupwater.blogspot.com/2016/12/otoke.html monggo di check hehe) dan emang ga hanya di internet itu pun kejadian sehari hari... baca postingan mba git makin miris menyadari ini semua :(
Terima kasih, Dhean :)
DeleteBerpendidikan dan pinter aja gak cukup, manusia juga butuh bijak. Faktanya banyak orang yang berpendidikan tinggi triple S malah, tp masih aja gak bisa bijak dlm bersikap dan berbicara. Mungkin istilah iman dulu baru ilmu udh saatnya diterapkan (dr dulu jg kudunya gitu :'( ) di kehidupan saat ini yg notabene nya bnyk fitnah, ghibah, adu domba. Kalau ilmu gak bisa menggerakan kita utk memfilter arus berita, seenggaknya (dgn harapan dan semoga) org masih bisa menyaring berita dr sisi agama dimana kita kudu thabayyun dulu dlm menerima berita.
ReplyDeleteSetuju sekali
DeleteI've been thinking the same way since I grow up and able to thinking critically, and being too much fed up with these realities. Those freakin problems can't be solved till the end of world. I just need moving to another country that teaches me to be sane anyway.
ReplyDeleteI know it looks like it won't be solved. But sometimes to then turn our face away is not a wise thing to do. Let's do the least we can to keep our country "sane".
DeleteTepuk tangan 👏👏👏
ReplyDeleteSuka tulisannyaa
Terima kasih :)
DeleteThanks for sharing Kak Gitaaaa Jujur post lo kali ini bikin gue malu. Malu karena setelah gue inget inget lagi, gue belom sepenuhnya manfaatin internet untuk cari info sebanyak-banyaknya. Malu karena gue udah mahasiswa tapi pola pikir gue kadang masih terdistaksi sama hal-hal nggak bener. Malu karena gue masih labil dan sering memaklumkan hal nggak bener itu.
ReplyDeleteAnyway kalimat lo yang ini "berlanjut ke fenomena Pokemon Go yang bikin abang-abang counter hape kebanjiran rezeki karena banyak orang yang minta mereka untuk download-in game nya di hape" bikin gue lebih malu lagi. Gue baru tahu bahwa orang sini sebegitu, sorry to say, foolish. Gue masih nggak habis pikir untuk nginstall app aja perlu bayar orang. Gue makasih banyak Kak, lo mau luangin waktu lo untuk berkontribusi sebegini banyak guna mengubah pola pikir pemuda untuk jadi lebih baik lagi. Mungkin lo nggak bisa stay di indo sekarang tapi karya lo nyampe ke kita itu udah cukup. Thanks a lot Kak Gitaaa.
Terima kasih udah baca, Renita :)
DeleteUntuk masalah Pokemon Go, gue pun ketawa waktu denger temen gue cerita itu. Jadi inget jaman dulu di Roxi banyak orang buka usaha download MP3 yang sebenernya bisa kita download sendiri secara gratis x)
apa pun yang dibuatatau di tulis sama kak gita pasti sangat menginspirasi :) ,salam dari jakarta
ReplyDeleteTerima kasih banyak, Eri :)
Deletebaca artikel ini saya jd pengen ketawa, sampeyan pikir pendidikan,ekonomi,infrastruktur di indonesia merata..beruntunglah kalian yg dapat merasakan pendidikan tinggi,mengakses buku dan teknologi dengan mudahnya,punya banyak waktu luang untuk belajar, maaf mbak gita, apa sampeyan sdh pernah masuk ke kampung2 di indonesia, bgmn internet ini sangat positif bagi mereka, banyak ilmu diakses dg mudah, dan mereka tdk punya waktu untuk baca hoax dan debat disosmed, menurut saya bbrp orang yg sering nanya2 sampeyan atau ngeshare berita hoax di beranda sampeyan itu tdk mewakili seluruh org indonesia,justru yg negatif2 menurut sampeyan itu kok lebih sedikit drpd manfaatnya yg sangat banyak, coba deh org2 yg negatif di unfollow, liat video episode kampung desain magelang di metrotv kalo siang tani kalo malam jd desainer grafis, sekali2 ikut komunitas2 positif di daerah jgn cuma dikota2 besar saja, biar sampeyan tahu bgmn positif nya internet bg masyarakat daerah
ReplyDeletetentu saja mas, banyak sekali sisi lain indonesia yang tentu saja memanfaatkan internet dengan cerdas. jangan kuatir. tulisan diatas kan hanya mengkritisi secuil sisi masyarakat, yang akan sangat bahaya bila menjalar di kalangan anak usia dini. Ingat, negeri kita itu politically damaged, dipaksa menjadi negara demokratis dengan kondisi level edukasi yang ga merata. Jadi berharap kepada pemerintah untuk mengendalikan generasi mudanya adalah hal yang sulit. Jadi harus kita yang self develop generasinya dengan tantangan bahwa media sosial bisa menjadi racun perusak yang ampuh
DeleteCheers
Halo Unknown,
Deletegue harap di sini kita sama-sama ngerti kalau pendapat lo dan pendapat gue sangat mungkin beda. Opini terbentuk karena kita nyemplung di kolam yang berbeda dan karena kita ngeliat permasalahannya nggak dari titik yang sama juga. Jadi jangan terlalu triggered banget kalau apa yang gue sampein di sini nggak sesuai sama apa yang lo yakini, karena yaa emang normalnya kita nggak mesti setuju sama semua-semuanya. Dan sebenernya tanpa gue kasih disclaimer pun semestinya pembaca juga tau sama tau kalau poin-poin yang gue jabarkan di sini nggak berlaku untuk SEMUA orang Indonesia. Plus merujuk ke poin pertama lo yang menjelaskan kalau lo tertawa karena lo mengira gue berpikir Indonesia itu udah berkembang secara merata, kalau lo baca ulang lo akan menemukan kalimat di mana gue pun merasa Indonesia memang belom maju seluruhnya. So that explains everything.
But I thank you for telling me your insight karena lo sepertinya proaktif ikut komunitas positif di daerah kecil, jadi lo lebih tau tentang gimana orang-orang di wilayah sana. Bukan seperti gue yang kebetulan menjadikan orang-orang di kota besar sebagai bahan observasi.
p.s: kita bisa lho bertukar pikiran tanpa harus pake nyinyir ;)
Kak, boleh d share g? Biar makin banyak yg baca hehe
ReplyDeleteBoleh banget
DeleteHai Ka Gita,
ReplyDeleteKa Gita kan udah sering banget mengkritisi Indonesia, dan hampir semuanya itu negatif. Tapi emang itu bener juga, next time bikin tulisan dong kak lebihnya Indonesia apa. Atau jangan-jangan Indonesia ga ada lebihnya sama sekali.
Hmm sesuatu yang gue kritik harusnya emang negatif, sih. Kalo udah baik ngapain dikritisi hehe.
DeleteBanyak, tapi kayaknya ketutup sama jelek-jeleknya
Hit the point Gita,,,smg ini jg dibaca sm follower2 yg melontarkan pertanyaan2 tsbt di atas ya,,,,
ReplyDeleteMasalah mentalitas memang g bs dibentuk ato dibentuk barang sehari,dua hr.
Dan percayalah, yg punya uneg2 serupa bkn cm org diaspora,,,,yg dsini bahkan hampir gila 😅😅😅
Thank you udah baca :)
DeleteLOL stay sane then!
Kadang suka sedih sama berita-berita yang muncul di salah satu sosial media fb. Dimana banyak yang nge-share berita-berita aneh dan pas di buka halaman webnya tiba2 ngarah ke link yang lain. Dan kasian juga kalau yang baca anak2 kecil usia sd dan smp. Mereka susah memilah mana yang hoax mana yang beneran. Minimal kita sebagai anggota keluarga selalu kasi penjelasan buat ngunain internet sebijak mungkin (Ini saran dari aku).
Deleteclickbait apa ya namanya? Yang auto post porn material dan juga post yang isinya "Klik like/tulis amin biar masuk surga" wkwkwkwk
DeleteDear Gita,
ReplyDeleteI read almost all of your blogs these lately days, not literally all yet a half of them. I am new writer here. And proudly say that i have inspired by your thoughts to begin how to blog. Btw, i have one.. I wish it will be a good one for everyone someday :)
One thing made me smile here, i was so surprise to see there is Indonesians who is burnt and felt sick to what happen in Indonesia right now. You tell the story and update about how Indonesia both good or bad. Entah gue mungkin salah satu di antara orang2 yang masih di cekokin supaya pinter. Tapi Kalau pun iya, mungkin gue ga akan nulis di kolom ini. Gak akan sok2an bilang setuju dgn tulisan lo. So, pesen gue cuman satu.. cepet lo lulus, balik ke indo.. bring your friends. Together we build Indonesia so we will become one the great develop country soon enough. We stand and fight together to be one vision. So, other country wont see us because our poverty and stupidity. Ga usah deh terlalu jauh mikir ke politik. Balik ke Indo buat bikin Indo lebih baik. Ditunggu ya hehhhhe..
Long Live #TeamWaras
Baru kali ini gue nemu "seleb medsos" yang punya pikiran sama kaya gue, setiap kali gue baca blog & nonton video lo gue ngrasa ini gue banget. Coba semua seleb medsos kaya lo.
ReplyDeleteAnw I don't know how to call you whether social media celeb or what?
Selalu setuju sama tulisan Kak Gita, tetap menginspirasi banyak orang ya Kak Git, semoga pikiran kritis Kak Gita bisa mengubah pola pikir orang2 yg baca tulisan Kak Gita. Keep it up Kak 😊
ReplyDeleteMantaap Git, serius mantap. Aku baca post ini pas tadi jeda sebelum kelas. Aku baca dari atas sampe bawah, cuma ini yang ada dalam otak ku, " Gile nih si anak, cukup berani juga buat nulis kek gini." Aku setuju untuk setiap pendapat yang kamu utarakan di atas. Aku tinggal di indonesia, (lebih tepatnya di dusun yang lumayan susah apabila dicari dengan maps)sudah sejak 23 Tahun yang lalu, aku belum pernah hidup di luar negri(eh pernah ding, ke sg 3 hari, wkwk). Dan, sekitar 6 bulan terakhir aku memperhatikan fenomena social media effect. It has huge effect for our daily life. Efeknya ke banyak hal, dan juga efek positif dan efek negatif. Namun, akhir2 ini, kok aku melihat memang banyak sekali efek negatif dari social media itu. Apa saja itu tak perlu aku jelasin deh, wkwk.
ReplyDeleteSudah pernah mendengar tentang bubble effect, Git? Kalo belum, mungkin bisa baca artikel ini sebagai gambaran: https://www.kaskus.co.id/thread/58429f77de2cf225178b456b/fenomena-filter-bubble-effect-dan-apa-bahayanya/
Intinya dari artikel tersebut, apa yang kita like/comment/lihat di youtube, dapat secara tidak langsung mendefinisikan siapa diri kita di internet. Bener nggak ya? kwkwkwk
ya gitu deh git, sekali lagi salut. Aku juga lagi mengumpulkan tenaga nih untuk bisa speak up seperti kamu. Doain segera kekumpul, wkwk
Sangat setuju dengan pendapat gita, disatu sisi saya bersyukur, masyarakat kita mulai melek dengan teknologi di setiap kalangan, dulu saya SMP mana boleh megang hp mahal, sekarang anak SD aja hpnya udah canggih2 dan lihai dalam menggunakannya, namun sangat disayangkan kemajuan itu agak ga sejalan sama pola pikir masyarakat kebanyakan.
ReplyDeletesaya bahkan sekarang suka gemas tiap kali ikut ngobrol santai dengan teman2, bahasannya suka kurang *maaf* berbobot, dari mulai artis A sampai Z, hafal banget, waktu mengangkat isu isu berat such as pendidikan, teknologi atau politik global malah saya pernah di celutuki, "udah, itu bukan bahasan kita, itu urusan orang-orang sana, biar mereka yang pusing" hal ini amat saya sayangkan dari kehidupan bermasyarakat kita terutama..
dan setuju banget sama Gita, waktu bagian masyarakat kita lebih seneng kepo2in artis sana sini dibanding isu isu berbobot yang justru lebih penting, btw git, gue berharap banget ini dijadiin video aja, meski ntar banyak yang ngedislike atau apalah.. at least we need u (as a public figure social media) buat menyampaikan hal ini biar orang2 pada ketrigger
Semacam itulah,diri q sendiri aja yg merasa masih terlalu banyak kurang info dan pengalaman, tetapi pada kenyataannya nasih saja bertemu dengan orang yg tudak bisa diajak ngobrol karena tidak nyambung arah pembicaraannya, ketika bertemu hal seperti itu sadar betapa pentingnya pendidikan dan pengetahuan, berpikir lebih bijak menggunakan internet dan pengetahuan
ReplyDeleteAku setuju sama pendapatmu git. Emang beginilah kondisi negara kita sekarang. Menurutku ini terjadi karena udah bawa an masyarakat kita (secara tidak sadar pendidikan dari kecil untuk masyarakat indonesia adalah pembunuhan kreatifitas dan insentifitas ), dari kecil kita selalu dituntun untuk melakukan hal ini, itu. Contohnya saja, pada waktu SD kita selalu mendengarkan guru, mengerjakan sesuatu setelah ada perintah. Padahal pada saat kecil banyak sekali hal2 yang ingin kita lakukan tapi terhambat karena faktor larangan orang tua atau guru. Sehingga hal ini menjadi kebiasaan yang sulit dirubah. Membuat sebagian besat masyaakat takut melakukan apa yg mereka pikirkan. dan hasilnya apapun yang mereka mau lakukan atau butuhkan perlu konfirmasi ataunperintah dari orang lain.
ReplyDeleteGit, I do agree with ur opinion, almost at all. But sometimes I feel u are too underestimated about indonesian people hehehe, maksudnya ya yang lo omongin tentang orang Indonesia itu emang ada tapi ngga semua, banyak juga kok mereka-mereka yang ngga malas dan berkarya dan juga bisa memanfaatkan teknologi sebagai usaha memajukan Indonesia, hehehe. Walaupun pada kenyataannya banyak juga seperti yang lo omongin diatas. Sukses terus git. Kalau pulang mungkin lo bisa adain meet and greet dan sharing wawasan lo ke orang-orang Indonesia
ReplyDeleteI stand with you kak git! Miris banget tau kenyataan yang sekarang, makin carut marut. Mungkin karna emang akhir zaman ya. Btw ijin repost ya kak git, bermanfaat banget
ReplyDeleteNampar bgt kak git, tp gua agree bgt sama lu, untuk apa ada internet yg bisa nyari apa aja tp kita masih bergantung dgn org lain, masih bergantung ama tutorial2 yg notabene nya masih termasuk daily activity. Dan masalah politik skrng emg kyknya lg berhubungan bgt yaa sama trend berita "hoax". Dan juga gua setuju bgt ama komenan yg bilang ini lingkaran setan, karena emg mau dikaji kyk gimanaa juga balik nya kesitu lagi-kesitu lagi. Intinya gua setuju bgt sama pandangan lu kak:)
ReplyDeletetetep jadi anak muda yg aware bgt sama bangsa nya ya kak walaupun lg belajar di negri orang. Keep inspiring kak Gita:)
Salam dari Jakarta!
setuju bngt. Blog nya kak git emng bnr bnr menginspirasi :)
ReplyDeleteBtw, aku sempet (dan mungkin masih) termasuk "generasi tutorial", bedanya, aku gak nanya2 ke askfm lah atau comment di ig orang yg menurut aku adalah orang yg di bidangnya. Bedanya, aku googling. Googling mulu. Ampe lupa tujuan kenapa aku googling. Akhirnya, gak dikerjain2 juga. Huft. Tutorial sih bagus, bisa ngebimbing. Sesekali mah gapapa (setidaknya, dari sudut pandangku). Tapi kenapa gak coba cari ide sendiri? *nanya ke diri sendiri*
ReplyDeletePada dasarnya tipe dari masyarakat indonesia sendiri kurangnya kesadaran dirinya sendiri apalagi terhadap orang lain. Thank you kak git . Open minded banget . Salam dari mahasiswa perantauan di Semarang!
ReplyDeletenah, gue baru ngobrolin ini juga sama beberapa seniorku teh, cuap-cuap kami bermuara kesatu kesimpulan menggelitik "sekarang orang indo sudah melek teknologi tapi masih belom bijak berteknologi." gue baru balik indo setelah menahun merantau. cukup kaget karena majority orang indo menggunakan teknologi canggih terkini bukannya buat keep up date sama berita penting tapi malah lebih fokus ke sosial media yang mostly dipake buat pamer kehidupan, cari tau kehidupan orang alias kepo dan hal-hal gak terlalu penting lainnya. well, i can't blame them, tiap orang punya "idelogi" beda-beda buat universe mereka sendiri toh, tapi gue merasa itu too much banget. dan belum lagi mereka yang kurang bijak itu juga biasanya kurang santunnya. how easily they get offended on small and silly things. gak setuju dikit langsung berkoar-koar gak jelas dengan koar-koar yang out of context. sedihnya beberapa mereka itu temen-temen sekeliling gue juga. duh gemes banget, kalo diuraikan mungkin gue udah bikin sub-post disini lol. pokoknya jenaka lah!
ReplyDeletesehat selalu tehgit, salam buat bangpaul. ditunggu post-post 2cents tehgit lainnya!
Just an opinion here.
ReplyDeleteNgeliat komentar2 disini juga, gw jadi paham, kalo banyak generasi "tua" yang suka menyalahkan generasi "muda" akan kesalahannya, tanpa melihat dahulu apa dampak dari pendidikan yang dulu mereka lakukan terhadap generasi "muda" sekarang. Logikanya, seorang anak yang ga tau apa apa pasti dicekokin dulu sama orang tua, dan seharusnya hal ini juga masuk ke introspeksi byproduct nya, ga semata mata salah sang anak. Bisa dilihat anak jaman sekarang aja mau kuliah masih ada aja yang dianter bapak ibu nya, masih ada yang bisa bisanya takut masuk jurusan yang dia inginkan karena orang tuanya ga mengijinkan. Kalo budaya dari generasi "tua" yang suka mencekoki generasi "muda", masa salah si generasi "muda" jadi generasi yang dikit dikit minta tutorial?
Intinya bukan siapa yang salah disini, tapi gw jijik aja sih sama generasi "tua" yang dengan enaknya mencibir "generasi sekarang itu apa-apaan sih?" sambil marah marah, tapi enggak liat budaya yang sudah mereka cekoki dari dulu sampai, bisa gw bilang, sekarang. Apalagi sama generasi "yang merasa tua", merasa holier-than-thou, cuma bisa mencibir tapi ga paham seberapa gentingnya budaya yang udah lama diterapkan para generasi "tua" terhadap generasi "muda", secara general.
Tapi tetap saja, apa yang ditulis disini tidak salah. Gw cuma ngasih pandangan yang ga banyak orang liat karena masih banyak yang merasa lebih tua = lebih mulia daripada yang muda.
Hai pandu, td random gue pngn baca salah satu comment2nya tulisan nya gita disini. Dan gue baca yg lo tulis hehe..
DeleteUmur gue skr 25. Gue sempet tuh punya pandangan kyk lo, which is gue mempertanyakan knp orang lebih tua dr gue itu selalu nilai menilai generasi nya muda itu "aneh" dan kenapa kita selalu jd korban kesalahan mereka.
Intinya It is just all the matters of Time. Generasi tua ga nyalahin generasi muda disini, mereka cuman lebih melek lagi sama manis, pait , asem nya dunia.
Indonesia itu negara yang kental sama budaya timur. bukan barat. Skr, budaya kita udah jiplak2 budaya barat, ndu. Untuk pengembangan diri, gpp lah oke. Tapi coba lo liat anak SMP yang sampe ketauan make out di hutan.. oh gosh itu yg creepy. Wajar sih klo kita masih di cekokin sama budaya generasi tua, soalnya generasi sekarang makin bebas. Dan generasi tua merasa kita belum dewasa. Itu aja sih menurut gue..
Btw, nice post pandu.. Good luck ya!
Hidup generasi #TeamWaras :))
Hai juga mbak/mas/siapapun anda XD
DeleteDiatas gw ga nyalahin siapa siapa, dan sama kayak elu, gw juga memaklumi kalau generasi kita masih suka dicekoki sama generasi pendahulu. Maka dari itulah gw ga suka aja kalau generasi yang dibilang generasi tutorial ini kayak diberi stigma sangat sangat jelek padahal ya bukan 100% salah mereka karena sudah jadi generasi tutorial.
Memang eneg liatnya kalau ada seseorang sukanya tanya mulu tapi ga mau nyari sendiri, but hey, it doesn't mean it is a green light for you to dismiss them as some kind of mental child. Moreover if it's actually not fully their own fault for being that way.
Semoga yang masih prihatin dan sedih sendiri sama generasi bawahnya, bisa sadar kalo buah itu jatuh ga jauh dari pohonnya, gitu aja sih. Kalo ternyata sudah sadar semua ya baguslah :^)
ralat, bukan ga nyalahin siapa siapa, tapi ga mihak siapa siapa, dua duanya salah
Deletesediih sih git,jadi inget masa KKN beberapa waktu yang lalu. Temen se tim ngajarin anak-anak SD sambil ngajakin selfie dan main sanapchat (doi orang kota), sementara ane setengah mati inget-inget pelajaran sekolah buat ngajarin mereka aksara Jawa, walhasil murid2 ane lebih memilih temen ane yang pegang gadget. Duhh,gimana nggak sakit coba? kalo level mahasiswa aja nggak bisa nahan dimana dia harus pegang gadget dan gimana cara manfaatinnya, kan yang kena dampaknya anak-anak kecil tak berdosa ituuu :((
ReplyDeleteUntuk beberapa points, aku setuju banget sama Gita. Terlebih lagi waktu disinggung soal "internet masuk desa" di live chat. Itu ngena banget. Dengan segala kelebihan internet, termasuk informasi tanpa batas yang bisa kita akses kapan saja, perlu sikap bijak juga dari per-individu. Jadi nggak ada tuh, yang namanya berantem di comments section tentang hal yang sebenarnya tentang gak penting. Apalagi berita hoax. Dan, ketika aku lihat seorang pengamat politik bilang, "Saya kira masyarakat Indonesia sekarang sudah cerdas dalam memilah berita," the reality said the opposite. Masih banyak masyarakat kita yang disetir oleh portal-portal media dengan berita yang gak jelas juntrungnya. Dan sama kayak readers lain, aku juga merasa ketampar dan akhirnya bertanya-tanya, apa waktu yang kuhabiskan di internet sudah berguna?
ReplyDeleteTapi aku pribadi, istilah generasi tutorial itu gak bisa diaplikasikan di semua kondisi. I mean, gini.. Ada orang yang memang kecerdasannya di audio visual, and they have no one to taught them to get something done. Kaya aku contohnya, I don't have any idea about how to make churros and none of my family even had no idea what it is, apalagi buat ngajarin bikin churros, kan? Nah, that's how tutorial will work for me. When I don't have any idea about smth, and there's no one to told me or taught me about that, I'll just Google it, for the sake of myself. Aku suka liat tutorial biasanya karena it was my first time doing that dan enak juga kalau nonton tutorial tuh, gak ngerepotin. Kalau gak paham bisa diulang dari awal lagi tanpa harus ngerepotin yang ngajarin. Gitu sih. Tapi kalau hal sepele kayak cara-nya belajar, dan gitu-gitu, yang harusnya bisa dengan logika, dengan sadar menjalankan otaknya buat berpikir, pasti nemu caranya kok.
Tapi, tulisan Gita ini supposed to be viral, I mean- come on, guys!! COME ON! Indonesians bisa bikin video nyetop bis sambil teriak-teriak, why can't you make this amazing and inspirational post go viral just like you guys did?
Kasih solusinya dong git
ReplyDeleteTantangan buat saya sebagai ibu yang punya 2 anak remaja...
ReplyDeletePerintah pertama: Iqro'(bacalah)
ReplyDeleteMungkin lebih tepatnya generasi instan mbak. Anyway fenomena seperti ini gak cuman di Indonesia kok. Kondisi kita masih lebih baik dari negara-negara tetangga ex: malaysia. Kita harus optimis mbak, apalagi sebagai pelajar yang diberi kesempatan untuk belajar di luar negeri, kita harus pulang dan memperbaiki bangsa Indonesia. Kalo bukan kita siapa lagi??
ReplyDeletethanks kak Gita.
ReplyDeleteabis baca ini, aku langsung ngerasa "nggak sendirian".
sedihnya sama, pesimisnya sama, keselnya sama.
tapi, sama nya lagi, aku juga bingung solusinya apa selain mengisolasi indonesia dari trading dan politik internasional buat majuin ekonomi dan militer dalam negeri sebelum bersaing sama negara2 matang itu :(
kita belum siap, kalaupun ada yg bilang kita siap (misalnya menyambut AEC 2020) DIA ITU PASTI ORANG PEMERINTAH hahaha ,duh masih sempet2nya ketawa lagi aku :(
amerika aja dulu isolasiin negaranya dulu, masa kita baru merdeka langsung tanding ama sesepuh -_- jadilah dipermainkan terus. SDM jadi unintenionally slave, SDA jadi rebutan. lagi-lagi, rakyat yg jadi korban.
*maafjadiikutancurhat
Wah. lo Kak. Bener bener superb !!! tulisan lo kritis. salut gue ama lo. mudah mudahan aja jadi viral. dan bisa berpengaruh positif buat orang orang yang kiranya masih kurang dalam menggali semua sumber daya yang sudah ada sebenernya. tapi mereka kurang peka untuk selalu mencari dan mengembangkannya juga.
ReplyDeletebiasanya yang gampang menjadi viral adalah tulisan2 creepy yang ga bermutu....sama kaya fenomena telolet yg sampe saat ini gagal paham gimana bisa viral gitu.....negeri yang aneh
Delete"Media-media busuk yang nggak tau lagi caranya netral" hahaha totally agree with u kak, sudah banyak media yang mulai berpihak bukan pada rakyat.
ReplyDeleteSetuju sama tulisan ini, setuju banget bahkan. Rakyat Indonesia, kalo generally speaking, masih buta banget dengan gadget bahkan internet (dalam artian untuk nyari hal hal baikloh ya). Sempet mau nulis hal hal begini juga pas dulu pernah naik kendaraan umum (waktu itu bus yang kebetulan paling bagus rate nya menurut orang orang dan ber-AC). Nah, supirnya yang dalam hal ini bisa dikatakan pemimpin di bus itu, malah merokok. Iya, merokok di bus yang ber-AC!!
ReplyDeleteAnyway, sebenernya banyak hal lain yang bisa dikomentarin dan disalahkan yang sebetulnya kalo dipikirkan dan dikerjakan pasti butuh waktu yang nggak sedikit. Cuman, yang perlu ditanyakan, dimulai dari mana? Diri sendiri? kalau diri sendiri sudah menjadi madu, trus dileburkan dikumpulan air keruh, tetap lah akan menjadi air keruh. Any thought?
Hello Kak Gita,
ReplyDeleteSecara keseluruhan saya setuju dengan kamu, tapi ada beberapa sudut pandang yang sepertinya kita semua perlu pandang ulang.
Disini Kak Gita menuliskan bahwa intinya salah satu degradasi nilai anak muda indonesia adalah mudahnya pecaya hoax. Saya kurang setuju disini. Kalau kita lihat di medsos, kebanyak hoax justru dipercayai oleh kaum tua, yang dimana dunia sosialnya hanya sebatas dinding facebook dan broadcast2 WA maupun BBM.
Anak-anak muda, menurut saya sudah cukup aktif dan pintar dalam memilah berita, masalah yang muda hanya terletak dari mau peduli atau tidak dengan sekitarnya (sure, if we ignore very-small percentage of hoax young readers).
Jika mau melihat dari segi positif, yang muda sebenarnya sudah berada di satu tingkat lebih baik dari yang tua. At least lah.
But absolutely the journey is still too far.
Tapi dari itu semua, orang- orang yang kayak Kak Gita lah yang sangat mempengaruhi anak anak muda sekarang. Jarang tentu, sebelumnya ada vlogger yang berbicara ttg pandangan sosialnya.
Kalau kakak main ke kampus2 di Indo, you gonna see that there are so many young peps as critical as you. But ya, they are not reaching the very young as your appearance in youtube.
You know what, your appearance makes me realize that the generation's quality of a country can be measured as their vloggers quality.
Thank you for inspiring!
Wish I gonna follow your way asap!
I'm really amazing with this article :O Semenjak subscribe youtube channel kak gita jd banyak buka mata lagi bahwa internet harusnya mempermudah dan mempercerdas manusia bukan merendahkan derajat manusia itu :)
ReplyDeleteThanks a lot ka Git, insyaallah nggak semua orang di Indonesia seperti itu. Ya setidaknya berapa persen saja :D
ReplyDeleteTulisannya nyentil otak saya banget, terimakasih banyak. Tetapi terkadang tulisan kitis seperti ini banyak tidak dipandang dan diterima karena sebuah posisi :D
Intinya makasih banyak
Damn straight!!!
ReplyDeleteay di mio (ya tuhan), pantes motivator laku di sini, karena mental maunya "di suapin".
good content by the way lass, keep it up!!!
Ka gita, tulisannya persis seperti apa yg selalu ada di benak gue, akhirnya nemuin orang yg satu opini. sayang gue ga semahir itu mengungkapkannya,
ReplyDeleteSemoga tulisan di blog gue magipost.blogspot.co.id/?m=1 bisa sekece ini Ya Tuhan
amaze lah ama pemikiran elu, tapi ada hal yang menurut gua agak bertentangan mengenai "nonton YouTube cuma nonton vlog doang"...namun elu sendiri bikin vlog..gimana sih.
ReplyDeleteinget git, Indonesia masih negara dunia ketiga, gua kira di internet terutama di sosial media, orang indo bakal berpikiran berbeda ternyata sama aja, kaya gebukin maling ayam tuh sama kaya ngebully komenan seseorang.. Menurut gua Indo masih kaya gini karena sebenarnya belum makmur2 amat masyarakatnya, susah kalau diajak beradab sebelum makmur..
setuju banget lah kak git. kadang saat gue gak ada kerjaan gue suka mikirin hal hal yang sering terjadi di indo ataupun di sekeliling gue. hal ini termasuk salah satu hal yang cukup sering gue pikirin dan bertanya tanya sama diri gue sendiri dan sekarang lo tulis dengan bahasa dan pemikiran yang keren. menurut gue gak ada habisnya buat ngehabas tentang mentality yang lo sebut sebagai generasi tutorial ini. sering banget gue berdialog sama diri gue sendiri dan lama lama gue capek dan gak ketemu ujungnya harus gimana. dan lagi lagi balik lagi ke kalimat "yang bisa merubah ini semua hanya hidayah Tuhan yang turun langsung ke jiwa jiwa mereka".
ReplyDeleteoiya mereka generasi tutorial ini gak cuma "bekerja" di media sosial aja sih tapi mereka juga melakukan hal hal seperti yang lo tulis itu di dunia nyata. menurut gue buat ngubah pola orang seperti itu masih susah karena kebanyakan orang indo itu gak bisa menerima kritik orang. sebenernya diluar sini masih banyak sih anak anak muda yang bukan termasuk generasi tutorial. tapi kebanyakan mereka yang bukan generasi sosial ini tidak menggunakan media sosial sesering dan se-intens generasi tutorial ini. makanya cerminan anak muda indo yang bisa diliat kebanyakan ya cuma mereka generasi tutorial ini.
Setuju dengan semua overthink nya git, pesan aja ketika lo nulis semacam kritikan yang panjang lebar. Setidaknya lo mikir keras juga bagaimana caranya indonesia bisa bangkit .. itu membuat lo menjadi sesuatu banget untuk indonesia bukan hanya secarik tulisan ..
ReplyDeleteGit, temen gue bahkan ada yg bilang kalo dia ga suka baca buku atau sejenisnya, dia sukanya cuma bacain status orang. See? Status org di socmed dianggap lebih menarik 😒 gemes gue geplak 😂 yaudah ga bakal maju udeh, maju mundur cantik doang.
ReplyDeleteGw jarang nemu blog dengan comment sebanyak ini. i"m agree with you kak Gita.
ReplyDeleteMasih banyak anak muda di Indonesia yang masih bikin gw geleng2 kepala saking kualitas cara berpikirnya kacrut abis.
tapi tenang aja git, ga semua generasi muda kita ini itu "generasi tutorial". Banyak juga kok yg luarbiasa dan cerdas. keep writing Git.
btw gw setuju kalo lu bikin video speech gitu tentang Indonesia. :)
Couldn't agree more kak Gita !
ReplyDeleteBeneran nampol dan this is a kind of must-read-article for young indonesian.
Tapi, sekarang udah banyak juga kok anak muda yang ga cuman jadi bagian dari generasi 'tutorial' walopun dia sendiri lahir di zaman zaman tutorial itu beradaa. Taruhlah nama kayak Alanda Kariza atau Andri Rizki misalnya. Alanda yg sedari kecil udah bikin The Cure For Tomorrow, Andri dg ide homeschoolingnya yang kemudian bikin Yayasan Pemimpin Anak Bangsa.
Tulisan ini bakalan nampol orang kak, ditunggu come backnya ke Indo buat bikin perubahan disini juga.
AHH, cambukan bgt buat org2 indonesia, internet itu sendiri yg bikin kita males apa2 jd dilayanin. Pfft, makasih ka gita! Semoga generasi kita berubah jd generasi yg lebih baik...
ReplyDeleteartikel yang sangat bagus Gita! Akan tetapi sangat disayangkan bahasa yang kamu pakai adalah bahasa campur aduk antara bahasa Indonesia dan Inggris. Jujur, jenis bahasa inilah yang paling dikhawatirkan oleh para penjaga bahasa Indonesia di dalam atau di luar Badan Bahasa sana. Kelahiran Indoglish atau Englinesia benar-benar patut kita risaukan karena seperti yang Muh. Yamin katakan bahwa "kebudayaan Indonesia selanjutnya akan lahir dari bahasa Indonesia". Artinya penggunaan bahasa campuran ini mengancam masa depan budaya Indonesia (kecuali kalau kamu memang tergolong orang-orang yang pro terhadap konsep Global Village, kebudayaan universal atau westernisasi). Menggerus bahasa artinya menggerus jati diri. Lihatlah para pengikutmu atau orang yang kagum dengan ide yang kamu tawarkan di sini, mereka berbahasa layaknya dirimu. Kamu tidak hanya bertanggung jawab atas bahasa yang kamu gunakan, melainkan juga bertanggung jawab atas memopulerkan bahasa yang kurang tepat. Itu menyedihkan bagiku sebagai generasi muda yang sering memberikan anjuran di sana sini supaya orang Indonesia semakin rajin memakai bahasanya sendiri, juga mencaritahu padanan kata dan berusaha keras memopulerkannya di kalangan sekitar. Menurut hematku, menulislah dalam bahasa Indonesia (langgam gaul juga oke) sepenuhnya, atau bahasa Inggris sepenuhnya, karena yang di tengah-tengah, merusak keduanya.
ReplyDeleteah cupu anonim
Delete^^ irony at it's best ^^
DeleteAku pernah share pengalaman di salah satu SMA tempat temanku mengajar. Dan yang aku dapat adalah pertanyaan - pertanyaan yang hampir sama dengan pertanyaan yang kamu dapat.
ReplyDeleteDengan polosnya mereka bertanya, "Cara mas sampai bisa kayak gitu gimana?", "Bagaimana cara mas belajar sampai jadi pinter?". Pertanyaan yang membuatku menjadi speechless dan gak tahu mau jawab apa.
Mungkin itu sebabnya motivator di negeri ini adalah pekerjaan yang cukup menjanjikan, karena masyarakatnya masih suka mendengar nasihat dan petuah tapi mereka tidak "take action" untuk mewujudkan mimpi mereka bahkan mereka pun malas untuk mencaritahu sendiri sesuatu yang baru.
Sebenarnya ingin nulis banyak tapi ah sudahlah ntar malah jadi curhat.
Bagaimana rasanya kalau anda ditampar orang random, tapi dia tidak ngomong apa apa kemudian pergi gitu aja. Begitulah rasanya baca tulisan ini.
ReplyDeleteKak Git, sekali- kali bikin dong vlog atau blog tentang kelebihan Indonesia dibanding negara luar.
ReplyDeleteNice writing. But I would argue, bukankah pasti ada saat dalam hidup, dimana kita akan menanyakan apa yang kita sebut 'stupid questions'? Bukankah kita juga pernah menanyakan hal-hal remeh-temeh (menurut orang yang sudah mengerti) kemudian kita mulai PD untuk menanyakan yang lebih advance?
ReplyDeleteDan, penggunaan judul 'Generasi Tutorial' menurut saya perlu di-elaborate. Apakah cuma gara-gara mereka hanya mau 'ikan' dan tidak mau berusaha?
Aku setuju dengan komentar ini. Aku sendiri menghargai tulisan ini dan aku mengapresiasi ajakan mbak Gita agar kita, masyarakat Indonesia, sebagai pengguna Internet berinisiatif untuk mempelajari berbagai macam ilmu pengetahuan di Internet dan berpikir kritis. Oke, memang kadang-kadang kita kesal jika disuguhi pertanyaan-pertanyaan remeh seperti nilai konversi mata uang Euro ke Rupiah. Meski begitu, apakah semua pertanyaan yang diajukan oleh seseorang harus dijawab dengan "cari aja di Google"? Tidak. Keputusan kita untuk membalas dengan "cari aja di Google" sangat bergantung pada situasi, kepada siapa kita berbicara, topik pembicaraan, dan tentunya sedalam apa pengetahuan kita terkait tentang topik pembicaraan tersebut.
Delete"Bukannya semua orang punya otak, ya? Bukannya fungsi otak buat mikir, ya?" Ini tentunya fakta, tetapi apakah semua orang memiliki pola berpikir yang kritis? Pola berpikir sangat dipengaruhi oleh lingkungan di sekitarnya, pengalaman hidup, dan faktor-faktor internal maupun eksternal lainnya seperti yang dijabarkan oleh konsep tabula rasa. Mereka yang bertanya kepada mbak Gita mengenai cara agar mereka bisa berpikir kritis seperti mbak Gita, bukan berarti mereka bodoh dan tidak menggunakan otak mereka. Pertanyaan itu dapat menunjukkan bahwa mereka mengidolakan mbak Gita dan bahkan mungkin di lingkungan mereka, tidak ada orang di lingkungan mereka yang mampu membimbing mereka untuk berpikir kritis sehingga mereka pun bertanya ke mbak Gita sebagai patokan arah. Kita memang tidak pernah tahu keadaan mereka yang sebenarnya, tetapi setidaknya kita bisa membantu generasi muda dengan membimbing dan mendidik mereka.
Poin kedua mengenai cara menanggapi hoax, permainan politik di Indonesia, dan kemampuan berpikir kritis...it all leads to the same point all over again. Ada yang berpendapat bahwa ini karena tingkat pendidikan masyarakat yang rata-rata masih di bawah standar. Ada pula yang mengatakan dari segi ekonomi bahwa masyarakat enggan untuk melakukan cross check terhadap suatu berita karena keterbatasan kuota data internet. Ada juga yang bilang bahwa masyarakat Indonesia harus diberi penyuluhan mengenai penggunaan Internet secara optimal, termasuk tata krama berbicara di Internet. Banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi, tetapi aku menyebutkan esensinya saja.
Kita memang punya banyak, bahkan terlalu banyak hal yang harus kita lakukan untuk memajukan negara kita tercinta. Ada kalanya kita merasa pesimis dan bahkan putus asa karena permasalahan yang dimiliki oleh negara ini sudah terlalu kompleks. Walaupun begitu, kita kembali lagi diarahkan ke pertanyaan klasik yang menggelitik yaitu "Kalau bukan kita, siapa lagi?". Kita mungkin menjadi orang-orang yang akan membimbing generasi muda agar tidak kehilangan arah. Aku akui bahwa pernyataan sebelumnya sangat terdengar idealis dan hampir klise, tetapi kita tidak bisa membiarkan masyarakat Indonesia jatuh ke jurang yang semakin menjauh dari peradaban yang manusiawi.
Makasih kak git, jadi ngrasa buka pikiran lagi, kalo sebenernya internet itu banyak banget kegunaannya kalo kita bisa manfaatin dengan baik. Jadi gak cuma sekedar kepo kepo gak jelas dengan kehidupan orang orang, harus bisa memilah dan memilih apa yang bermanfaat juga bisa berguna gak cuma buat diri sendiri tapi juga orang lain. Dan juga gak cuma ngeshare tentang sesuatu yang percuma, kita bisa share sesuatu yang bermanfaat :)
ReplyDeleteHalo Kak Gita, kebetulan gue juga student di jerman. Ya gue baru setahun dua tahun lah tinggal di jerman. Tapi gue udah bisa merasakan paling engga sedikit apa yg kak Gita rasain. Temen2 gue disini semuanya berpikiran maju, entah org indo atau non-indo. Tapi gue juga masih menjalin komunikasi dgn temen2 gue di indo, i don't know why gue bisa nyambung ke dua2nya, gue selalu netral di semua tema. Meskipun gue udah mengubah main set gue ga kaya org yg neugirig, tp gue masih gabisa ngajak temen2 gue buat ngubah main set mereka dengan cara halus. Yang rata2 masih haha hihi haha hihi dan nongkrong cantik. Rasanya gue pengen bawa mereka semua kesini trs gue suruh liat, gimana dunia yg sebenernya. Menurut gue sih gitu. Hehe
ReplyDeleteGit..hate speech banyak tp bukan berarti diam. Makanya gw lebih suka ngajar dengan banyak pertanyaan yang bikin adek2 gw mikir..git..banyak pemuda yang membangun bangsa nya dari pelosok negeri dan gw udah ketemu banyak orang yang sedang membangun bangsanya dari langkah mrka. Jangan pernah takut..banyak hal yang bisa loe bagi..wilayah timur bukan lagi hutan mrka sudah mulai hidup..lebih hidup..dh make baju..gedung pendidikan kesehatan udah makin ketata..itu dari orang2 yang ga cuma mau kemajuan itu hanya ada di pusat kota.
ReplyDeletesy yang tinggal di Indonesia aja juga sempat ngerasain. Udah bikin tutorial berupa teks di blog kemudian bikinin video tutorial step by stepnya dan di kolom komentar masih ada yang tanya tentang hal yang sebenernya sudah terjawab di video.
ReplyDeleteYang udah ada tutorialnya aja masih tanya. Banyak dari mereka yang maunya DIAJARIN bukan BELAJAR.
Setuju banget!
ReplyDeleteIt's pathetic memang.
Aku sering loh baca line today, apalagi kalo ada berita provokatif atau bahkan sensitif yg aku liat bukan beritanya tapi kolom komentarnya. Krn aku mikir pasti banyak orang pada berantem mengeluarkan pendapatnya yg menurut mereka adalah paling bener. Aku baca sambil mikir, orang indonesia gini amat yak.
Ya walaupun ga semua orang indonesia sih, aku yakin masih cukup banyak org indonesia yg cerdas dan aku berharap mereka bisa menghasilkan keturunan yg cerdas pula dan orang orang "bodoh" indonesia harus punah kalo mau bangsa ini maju (entah kapan).
hai Gita, senang sekali baca ini karena mungkin ini keresahan yang dirasakan generasi milenial di Indonesia. Saya akhir - akhir ini kesal juga karena di suatu grup traveling, ada orang yang hobi menanyakan pertanyaan trivial seperti 'kalo mau ke negara X, airline yang murah apa ya?'. Ketika ada orang yang bilang, 'googling promo aja', dia merasa di-bully. Lah kan aneh.
ReplyDeleteSaya saat ini kerja di luar negeri, memantau Indonesia hanya dari media sosial dan haduh, kadang saya beneran nangis lihat orang - orang berantem, apalagi yang dibicarakan bukan substansinya, melainkan saling memaki dan membahas hal - hal yang ga berkualitas dan penuh logical fallacy. Belum lama saya diskusi dengan teman, dia sendiri merasa, 'kok aku banyak gak tahu ya, gak seperti kalian yang bisa menerjemahkan keadaan. Kira - kira kenapa ya?'
Kami pun berusaha diskusi untuk memecahkan, salah satunya adalah faktor:
1. Tidak terbiasa membaca dari kecil
2. Pendidikan, di level pendidikan yang PR-nya sebatas mengerjakan soal, bukan memperlihatkan system thinking, kita gak bisa berharap banyak
3. Parenting, jujur orang tua saya dan saya gak pernah ada momen diskusi tentang suatu topik dan membahasnya secara substantif
Saya pernah kok nemu orang yang bermaster degree (dari universitas dalam negeri), tapi dia gak tahu bahwa google maps punya fungsi membantu kita supaya gak tersesat di tempat baru.
Dari orang - orang yang komentar di atas, generasi kita berarti aware kan. Dulu di kampus pun, saya sering kok nemu orang - orang yang jago kajian, suka membaca buku - buku keren, dan suka menulis juga. Saya masih optimis bahwa suatu hari Indonesia bisa. We are just not ready, right now. Some people are still focusing on how to make their stomach full rather than thinking how education can solve it all.
Tetap berkarya Gita :)
Ini yang selama ini aku dan pacarku rundingin! Hampir setiap hari kami diskusi fenomena di Indonesia. Kadang sampe ga ada jawabannya. Hahaha. Kupikir kami sendirian mikir kek gini lol. Dilema banget mau ngerasa miris atau maklum dengan masyarakat kita. Sering banget kita berdua negur orang-orang yang beginian (sampe kadang harus mencontohkah), tapi ga ada hasilnya. Belum lagi teman mahasiswa (jelas-jelas mahasiswa) ngomongnya seabrek tapi isinya kosong, ga ada dasarnya. Ga usah jauh tentang informasi deh. Sering banget negur orang yang nyerobot antri dan buang sampah sembarangan, ya noleh siihhh...cuman noleh! Ga ngaruh apa-apa itu teguran. Aih...semoga makin ke depan Indonesia mampu berubah.
ReplyDeletemaybe saya tidak terbiasa untuk membaca sebuah argumen dari seseorang, tetapi entah mengapa saya tertarik membacablog anda, dan sungguh tidak mengecewakan isinya. saya sangat mengapresiasi argumen anda terlebih karena berbicara mengenai hal-hal yang memang sudah seharusnya dijadikan perbincangan publik. semoga apa yang anda paparkan ini selanjutnya bisa dilakukan tidak dengan wacana saja melainkan dengan tindakan. saya sangat mendukung sekali, terimakasih atas argumennya ini sangat memotivasi saya (y).
ReplyDeleteHi nice post!
ReplyDeleteTulisannya bagus dan memang benar,tpi terlalu mengeneralisir. Sebagai mahasiswa di Indonesia yang sedang berusaha dan melihat teman2 banyak melakukan aksi untuk membuat Indonesia ke arah yg lebih baik, saya tau ga semuanya kaya gitu kok. Dari bikin kegiatan untuk ngurangin buta huruf, ngasi wadah anak2 untuk berkreatifitas, mengharumkan nama Indonesia di acara2 Internasional,dll. Dan mereka adalah anak2 pintar yg ga latah akan internet, justru menciptakan sesuatu yg baru untuk membuat perubahan. Jadi alangkah lebih baik kalo post ini juga disertai apresiasi terhadap anak2 muda Indonesia yg disini skrg sdng berjuang untuk mengubah bangsa ini menjadi lebih maju. At least we have to still believe that not all of the youth of Indonesia are "generasi tutorial", karna ga semua dari kita anak muda Indonesia yg di Indonesia ga melek akan internet dan apa2 harus disuapin,justru skrg aku seneng di tgh generasi tutorial ini aku selalu nemuin anak2 muda keren yg sensitif terhadap sekitar dan beraksi untuk menciptakan hal baru agar Indonesia lebih maju. yay, thanks for your sharing. ^^
saya bingung mau komentar apa selain setuju dengan postingan di atas
ReplyDeletesaya yakin yg mau baca tulisan ini adalah mereka yg cerdas dan bijak dlm menggunakan internet.
karena mereka yg kurang bijak berinternet ria, pasti ga akan tertarik dgn judul "Generasi Tutorial". Mereka lebih suka dgn judul yg "WAH" menggemparkan dan sesuai dgn hati dan persepsi sendiri. Lalu mereka share dan puas, merasa seakan-akan mereka berjasa telah mengabarkan info (yg blm tentu benar) ke banyak orang. Info itu pun akhirnya dibaca oleh orang yg serupa pemikirannya dan berulang terus menerus hingga semakin menyebar.
semoga dgn ada tulisannya ini dpt meng-upgrade kemampuan menggunakan internet dlm segi teknis maupun etika pd masyarakat Indonesia, amiin...
Ada orang yang mengkritisi tanpa memberi solusi. ada orang yang mengkritisi dengan membawa solusi. ada orang yang memberi solusi tanpa mengkritisi. dan ada juga orang yang tidak mengkritisi dan tidak memberi solusi. mari kita sama pahami posisi masing2 dari kita dimana.
ReplyDeleteKeep posting
ReplyDeleteSepakat banget sama tulisannya.
ReplyDeleteAku pernah dengar dari dosen, karena Indonesia itu "nggak pernah susah" alias nggak punya winter, sepanjang tahun gak ngerasain susahnya beraktivitas karena cuaca yang mematikan, mau tanam apapun bisa kapanpun, jadinya bangsa kita kurang struggling. karena hidupnya mudah, makanya senang yang praktis.
But anyhow, itu tugas kita-kita yang masih muda untuk cari jalan keluarnya, instead of meratapi yang jelek-jelek. Bikin gerakan yang bikin orang disekitar kita dulu at least buka mata. Tulisan gini juga udh keren banget. Dan yang terpenting, tdk diam.
Thanks for reminding Gita!
Salam dari Madison yang alhamdulillah udh positif celcius suhunya.
Nice article :)
ReplyDeleteWalopun engga semua orang Indonesia sestupid itu si.
Kalau ngeliat pergerakan di wall fb saya, 50:50 lah. Sudah banyak juga yg mulai sadar pentingnya bijak menggunakan internet. Jadi inget saya pernah dengan gemes terpaksa ngeshare artikel tentang cara mengetahui berita hoax (another tutorial ya :D), saking gemesnya sama beberapa teman yang ngeshare berita super asal. Kadang2 rasanya pengen unfriend saking malunya punya temen S1 tapi kok ya ga bisa memilah berita atau ga berusaha cari berita pembanding. Tp kalau saya unfriend, siapa yang bakal ngingetin mereka. Karena tetep sakit mata liat postingan2 artikel kelewat bodoh yg mereka share, saya putuskan unfollow mereka saja. Dan gantian sering2 ngeshare artikel yg bener dan terpercaya dengan caption "supaya ga kaya katak dalam tempurung" atau "jangan langsung males liat panjang artikelnya, yuk baca biar pinter". Saya cuma berharap mereka sadar itu sindiran buat mereka dan semoga saya ga diunfollow saking nyinyirnya :))
Kak Gita!!! Kalo aku nyuruh diriku jaman dulu baca artikel ini, pasti dia akan baper karena ketampar banget. Soalnya dulu jaman aku SMP saya bisa dibilang tergolong Generasi Tutorial, apalagi jaman2nya orang seneng banget nyebar Broadcast Message di BBM (yang ternyata hoax), tapi Alhamdulillah itu kebiasaan jaman SMP yang tertinggal di SMP, soalnya setelah aku masuk SMA entah kenapa pikiranku makin kebuka dan aku perlahan jadi suka ngorek2 suatu berita; apakah itu fakta atau hoax dan jadi punya trust issue (curigaan) ini bener atau nggak, selalu gitu.
ReplyDeleteMakasih udah mengingatkan untuk selalu jadi kritis dan tabayyun (cek dan ricek suatu berita), temen2 aku malah sampe bilang aku 'Google Berjalan' 😂😂😂 Tabik!
100% agree. Terkadang gue itu berusaha untuk memberikan link-link yang bagus untuk pengetahuan ketemen gue. Agar bahasan kita enggak melulu becanda. Tapi nyatanya jawabannya 'ah mager' betapa kecewanya gue
ReplyDeleteJadi paham apa yang dipikirin gita..gw seneng sama vlog yg dia buat..dr pertama dia bikin vlog ttg kuliahnya di luar negeri. Ada beberapa yang buat gw setuju..ada yang pengen bgt gw bilang langsng sama dia.
ReplyDelete1. Dia bilang..skrng internet dh kepake sama semua umur. Tp anehnya mrka ga memanfaatkan hal itu dgn baik..lbh suka kepo dan lebih kayak sumbu pendek padahl baru baca judul doank..ga baca isinya..ga cari tau dari isi sumber lainnya. " gw setuju"
2. Padahal hape nya canggih..kuota internetnya banyak. Tapi anehnya nanya hal yg ga penting..kayak koq bisa pinter sih..gmn caranya?..uppsss menurut loe itu pertanyaan..menurut gw itu bisa dijawab diri loe sendiri.
3. Gita bilang kalo mbah google itu udah bisa ngasih banyak jawaban..entah itu klo loe nanya soal nilai tukar..sampe tutorial makeup dan hijab. Yups bener bgt..bhkan gw baru ngeh kalo... bener ternyata ada atlet yang dia menang dan belajarnya dia itu lewat youtube. Wowww..sampe segitunya hebatnya youtube. Btw menurut gw seh..tetep ya nyaring semua informasinya. Jangan sampe loe salah milah dan kemakan hal yg ga baik. Contohnya aja kayak gini..bbrpa anak muda suka ngerasa dan komen kalo orang2 tua itu sumbu pendek..cepet kemakan isu dan intoleran. Tp jujur ini lucu..hahaha..yg kayak gini suka gw balikin..loe baca al quran brpa kali sehari..pernah baca hadist..dll ..tp anehnya seakan loe paham soal agama. Shalat aja masih disuruh orang..shalat aja masih bolong2.. loe sendiri ga paham makna toleransi itu kayak gimana..tp loe gembar gembor org" itu ga tau toleransi..loe paham ga agama loe sendiri. Sedih sih..anak mudanya sendiri yg jauh dr pengetahuan.
4. Gita bilang indonesia tuh belum bisa milih pemimpin..masih aja ada yg kemakan pencitraan..gw setuju. Kayak yg lagi happening..pilkada dki..pdhal gw bukan org dki..tp loe harusnya tau..jakarta itu pusatnya..kalo jakarta bisa dikuasai..maka akan dgn mudah mrka menancapkan kuku" tajam mrka di daerah. Yg org jakarta..yg anak mudanya deh..tolong jangan sumbu pendek..dipake otaknya..baik buruk semua harus pake kesantunan..kalo loe mau ngusir org ..ga usah pake kata kasar..Cara Cantik donk..itulah yg menunjukkan budi loe lebih baik derajatnya. Cari pemimpin yg cerdas dan santun. Itu aja..karena Indonesia itu santapan terlezat di dunia..banyak bangsa mau menguasai bangsa kita ini.
gw mau bilang langsng sama gita..loe jangan takut kembali ke Indonesia..banyak koq anak muda yg sedang merubah dan memperbaiki bangsa nya..gw udah liat itu. Merinding..serius!!
Baca ini agak miris sih ya, bahasanya sarkas sekali, bacanya sampe kerasa perih di hati, meskipun saya tidak merasa dihina, but she generalized bahwa orang-orang Indonesia itu malas. ��
ReplyDeleteSedih, at some point, saya setuju bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang latah dan cenderung konsumtif. Tapi hubungannya dengan 'nanya pada orangnya langsung' dianggap minta cekokan, dan akhirnya berujung pada kesimpulan 'pemalas dan kurang inisiatif' I do totally disagree. ��
Melihat struktur budaya masyarakat Indonesia yang udah dari lahir mengalir darah 'gotong-royong', 'hidup bersama', dan mengutamakan hubungan kerabat dan kekeluargaan, agaknya statement mbak tentang 'nanya apa-apa harus ke orangnya padahal tinggal searching di google' melupakan unsur budaya yang sudah mendarah daging di masyarakat Indonesia. Ada faktor lain, ada ciri khas masyarakat Indonesia yang nggak bisa mbak temukan di masyarakat barat atau masyarakat yang pengen kebarat-baratan: kekeluargaan dan silaturrahim.
Saya pribadi, untuk hal-hal tertentu lebih suka nanya ke grup wa/line, ke temen-temen saya langsung meskipun hanya tentang urusan yang remeh temeh seperti alamat sebuah restoran, nama jalan, bahkan bagaimana rasa pisang bakar di warung Bu Endah (misalnya). Ada hal lain yang lebih penting dari sekedar informasi yang mereka berikan, yang juga tidak pernah bisa dijawab oleh siapapun termasuk baymax, sesepuh embah gugel dan link yutub yang mbak kasih : rindu dan hangatnya persahabatan, indahnya silaturrahim yang terjalin setelah pertanyaan yang mbak bilang 'remeh' itu. ��
Btw salam kenal mbak gita ��
#imho
aku sering ditanyain apa arti suatu kata dalam bahasa inggris, rendevous misalnya. "eh apa sih artinya rendevous?" padahal yang tanya ini lagi baca berita online. kok nggak kepikiran buka google translate, aku kadang sampe sebel sambil jawab "bentar aku googlingin dulu" pake penekanan suara di kata googlingin :(
ReplyDeleteterimakasih sudah mengingatkan kami... (-,-)7
ReplyDeleteNice sharing and Good point, kebiasaan "tinggal Tanya" udah bagian dari kebanyakan orang Indonesia. Contoh yang paling keliatan sejak saya stay di New Zealand Adalah, traveler dari negara2 asing kebanyakan bawa peta atau GPS buat nyari Jalan. jarang saya nemu orang tanya jalan atau alamat. Yakin deh Kalo di Indonesia, nyasar di Jalan modalnya Tanya aja sama orang..
ReplyDeleteAda kemungkinan juga... Kebiasaan ini muncul gak cuma karena malas, tapi bisa juga karena takut salah. Dari pada nyasar salah baca peta, atau ga bisa ngikutin GPS mending tanya aja. Belum paham konsep "belajar dari kesalahan". Salah artinya salah, udah besoknya lupa salahnya apa.
����
Iya banget giit.. aku jg lg merasakan keresahan yg samaa.. cuma baru bisa ambil peran terdekat aja dan mnyiapkan diri jd sosok ibu yg siap mndidik generasi ke depan. Semangat git! ✊✊
ReplyDeleteSetju banget! When information become handy nowadays, kita malah suka lupa untuk lebih mau cek ricek dan cari perbandingan. Suka sedih misalnya ada video yg kemuadian dijadikan alat untuk menyudutkan seseorang, tp kita ga mau ricek dl bener nggak videonya itu asli. Secara skrg editing untuk foto dan video jg makin mudah. Ga perlu sekolah jg bnyk yg bisa bljr secara otodidak. Keep writing, ga usah takut untuk menyuarakan opini kita, siapa tahu opini yg kita tulis dan dpt dipertanggungjawabkan seperti ini suatu saat akan ditemukan oleh orang2 yg sedang berusaha mencari jawaban, agar tidak banyak lg yg gampang ditipu. Ijin ya untuk menjadikan tulisan ini inspirasi di blog saya. Thanks
ReplyDeleteHi Gita.. thank you for sharing, and you've pointed out a good one.
ReplyDeleteBertanya itu udah bagian dari kebanyakan orang Indonesia. Entah karena sistem pendidikan atau sejak jaman penjajahan. Saya juga sadar sejak tinggal di New Zealand kebanyakan traveler dari negara2 asing selalu bermodalkan peta atau GPS buat nyari Jalan. Jarang sekali menemukan orang yang bertanya alamat atau arah. Kalau di Indonesia nyasar di Jalan modalnya Tanya.
Selain malas, kemungkinan lain yang membuat banyak orang Indonesia memilih bertanya itu karena takut salah. Dari pada nyasar salah baca peta atau gak bisa ngikutin GPS, mending tanya aja.
Banyak yang Masih belum paham konsep "belajar dari kesalahan". Kalau sudah salah artinya salah, hari ini melakukan kesalahan besoknya sudah lupa salahnya apa.
Atau mungkin terlalu kukuh pada prinsip "malu bertanya sesat di jalan"
😁😁
Penduduk Indonesia yang super banyak, tingkat pendidikannya pun berlapis-lapis. Ada yang udah ngerti internet itu buat apa, ada yang taunya internet sebatas dunia ajaib yang bisa bikin kirim pesan makin murah di whatsapp dan belanja online dari hape. Saya yakin kalau yang pendidikannya lebih tinggi pasti lebih ngerti. Tinggal ngilangin faktor M aja. Males.
ReplyDeleteHalo mbak Gita, hayuk atuh buruan pulang ke Indonesia. Sory to say, saya kurang setuju kalau mbaknya buru-buru menjustifikasi kalau orang Indonesia itu males dan nggak inisiatif. Bener banget, saya stuju dengan pernyataan orang yg berpendidikan belum tentu dia pintar. Sayangnya, itulah kita, masyarakat yg hidup di jaman sekarang.
ReplyDeleteDunia maya, bakal tetep jadi dunia maya, bukan dunia nyata. Kalau bermasalah dan kurang ikhlas mebjawab pertanyaan netizen, ya sudah, gak usah dijawab dan gak perlu menjeneralisir bahwa kemalasan netizen mewakili masyarakat Indonesia.
Betapapun kita aktif (dari julukan aktivis sampe talkative) di med sos,tetep yang harus dijalanin itu dunia nyata. Coba nanti pas udah pulang ke Indonesia jangan langsung buru-buru terima lamaran kerja di PMA a,b,c. Jangan juga langsung nge-trip keliling Indonesia serasa turis di negri sendiri. Itu nggak akan membuka wawasan anda yang katanya berpendidikan tinggi lisensi luar negri itu. Turun lah ke masyarakat. Turun ke desa. Lihat, mereka bangun subuh untuk mulai kerja, di sawah, di pabrik, di pasar, dimana2, sementara kita masih bobo syantik di rumah.Mereka bekerja siang malem untuk membelikan anak-anak mereka yg sekarang kita sebut cabe-cabean itu smartphone,hp android.Mereka sendiri kadang juga ada yang punya android, meskipun ujung2 nya cuma buat nelpon sama muter mp3 lagu dangdut, volume maksimum pula. Tapi sadar gak, they don't take it seriously about what is going on in internet. Yang nereka tahu, hidup ya yang sehari2 dijalani itu.
Terus, kalo informasi yang beterbangan di internet dan medsos itu random banget, itu bukan karena mereka. Wajar dong nanya, karena internet itu hal baru buat mereka. Yang kudu dikritik, adalah 'oknum' oportunis yang memanfaatkan pasar media dan dunia maya untuk ngancurin otak mereka. Please,we don't need to be part of them. Kita kudu sadar, kalo pencerdasan Internet itu peran kita, the legacy yang katanya mau take over Iindonesia ini mbak.
Yuk, being critical at the right place.
Jangan ikutan paranoid dan akhirnya 'ogah pulang'. You just need to take macro-lense, lihat lebih dekat.cmiiw
Totally agree!! Thanks banget kak Gita sudah mengingatkan saya, dan mungkin kami (semua) generasi muda.
ReplyDeleteKeep posting kak Gita.. salam dari Bandung
Hallo Gita, pertama kali lihat kamu di Youtube karena lagi nyari lagu nasional sampai suatu ketika nemu lagi di IG. Saya setuju dalam hal ini banyak (ga semua) orang yang sudah bisa ngakses internet tapi belum bisa manfaatin dengan baik. Entah itu ngakses informasi buat memperluas wawasannya. Dan saya juga setuju hal-hal tutorial sama vlog soal kehidupan pribadi makin menjamur. Ditambah lagi orang kadang lupa bahwa dunia maya sebenarnya juga dunia nyata lalu bebas mau pendapat kaya apa bahkan ngomong kasar dsb. Buat akun palsu buat komen sana sini ga jelas, banyak. Tapi ga bisa digeneralisasi karena memang orang-orang yang baru belajar nikmatin teknologi ini masih dalam tahap adaptasi kali ya.
ReplyDeleteNah disini jadi peran orang-orang kaya Gita, yang jadi influencer, ngebantu ngasih pencerahan / inspirasi anak muda kita yang masih awam. Ga cuma di Indonesia aja yang kemakan HOAX, di Amerika yang jauh-jauh lebih lama ngaplikasikan vote secara langsung juga ga beda jauh kondisinya kan semasa pemilu kemarin.
Untuk yang tanya-tanya gaje kaya kalimat pembuka bisa jadi mereka cuma pengen di notice kali ya hehe.
Bagus ulasannya mba Gita. Hanya saja kalau bisa mba ulas juga peranan pemerintah disini, knapa negri kita ini sampai mengalami generasi tutorial.
ReplyDeleteDua jempol atas tulisannya.. :)
Untungnya yang mba Gita maksud bukan tentang sekelompok masyarakat yang belajar computer science lewat internet. Karena kalo belajar programming, cari referensi praktik tentang komputer dan internet, tempat paling tepat ya internet. Dalam kasus ini, orang barat (sebutan dari orang timur untuk masyarakat yang hidup di benua eropa dan amerika) udah baik dan pinter banget dalam ngejeasin materi kursus, pelajaran, dan kuliah melalui tutorial mereka. Pengertian "generasi tutorial" ini ga digeneralisir ke sini yaaa :D
ReplyDeleteBanyaknya tutorial memang lebih menguntungkan untuk sebagian masyarakat yang gemar belajar secara "autodidak" karena orang sekelilingnya ngga ada yang bisa ngajarin, atau diajak diskusi. Daripada autodidak random tapi malah eksperimen yang ga terarah dan buang waktu, frustasi, mending ikut tutorial aja, apalagi kalau udh kepepet, hehe.
Saya rasa, arah isi tulisan mba Gita ini lebih ke arah generasi yang gak punya skill how-to-Googling sih. Sehingga mereka amaze banget dengan adanya ask.fm, tempat kepo dan nanya2 tentang hal ga penting secara random ke orang asing. Kalo untuk pembahasan ini, saya setuju dengan ulasan mba Gita, sampe ketawa kok bisa ada yang tanya random gitu, padahal kalo googling cukup ketik " 1 euro = rupiah " tanpa galau menunggu balasan mba Gita. Anyway, saya berasumsi yang nanya gitu cuma caper aja ma mba Gita, pingin ngobrol sama mba Gita, tapi lagi-lagi, mereka ngga tau apa yang mereka ngga tau, dan gagal menanyakan topik yang menarik dan menyajikan diri mereka pintar. Sabar ya, mbak!
Selamat Belajar kembali di Jerman, Good Luck!
I'm happy to see you as one of excellent role-model for youngsters here <3
Btw, agak enggak setuju sama pendapat "Orang Indonesia belum siap milih pemimpin". Well...tapi orang Indonesia sudah terbiasa dengan budaya demokrasi. Justru akan sangat berbahaya jika orang Indonesia mempunyai sistem dimana kita nggak punya kebebasan memilih pemimpinnya sendiri. Hal ini pernah diterapkan pada masa dimana Indonesia gak suka sehingga melengserkan presiden yang 32tahun menjabat. Meskipun sama-sama melayu, sifat masyarakat Indonesia nggak sama dengan negara tetangga, sebut saja malaysia, brunei, dan thailand, yang masyarakatnya bisa tunduk dan setia pada raja [Masih ingat dengan berita berkabungnya rakyat thailand karena sang raja wafat? Hal itu ngga bisa ditemukan di Indonesia]. Belum tentu pula pemerintah Indonesia bisa mengayomi rakyatnya seperti negara lain. Buat Indonesia, yang dipilih secara demokratis aja bisa korup, apalagi yang "ditunjuk dari atasan".
ReplyDeleteGue setuju sama apa yang lo bilang. Tapi lo terlalu pesimis sama anak muda Indonesia git, padahal banyak banget anak muda Indonesia yang keren2 diluar sana mungkin yang banyak lo observasi mereka yang suka comment di media social lo.
ReplyDeleteJangan jadi generasi pesimis git, seburuk apapun kondisi Indonesia, kita sebagai generasi muda harus tetap optimis kalo Indonesia pasti maju sambil terus belajar, berkarya dan menyebarkan hal2 positif. Kalau ada yang salah ya kita kasih contoh yang bener gimana, bagus kan?
Generasi muda Indonesia harus bahu membahu biar Indonesia bisa maju! :D
banyak ya yg 100% setuju sama tulisannya.hmmm.... SAYA TIDAK. Saya mau coba lebih kritis aja sih karena lumayan ngikutin Gita. Tulisannya mungkin benar karena banyak orang setuju, tapi saya ga suka tulisannya (bukan ga setuju) gimana ngambil sudut pandang "Orang Indonesia" . Sangat ga rela dipukul rata menjadi "orang Indonesia" yang di sebut di atas itu, Apalagi yang berpendapat seakan memposisikan dari luar "orang Indonesia".
ReplyDeleteSaya harap gita dan temen-temen yang diluar sana bisa mengkaji dan mendiskusikan lebih dalam potensi dan karateristik Indonesia yang sebenarnya, bukan fenomena permukaan dari remaja-remaja labil dan mayoritas yang tidak tercerdaskan. Dan menjadi cita-cita kitasemua nantinya untuk mengembalikan Indonesia menjadi bangsa yang dulu sebagai nusantara yang dibanggakan dan diagung-agungkan bangsa lain. Dan kita akan kembali ke sejarah itu ..memang berat.. tidak mudah.. tapi lebih mudah ketika dikerjakan ...
Sebetulnya seneng banget ngeliat anak muda yang belajar ke negeri orang tapi jadi sedikit kecewa aja ketika yang keluar hanya perbandingan-perbandingan tidak fair, karena bangsa kita dan bangsa barat itu memiliki perjalananan sejarah yang sangat berbeda
Halo Mas/Mbak, makasih ya udah nyempetin baca tulisan saya.
DeleteSebenernya "selbsverständlich" (nggak tau bahasa indonesianya apa) pembaca tau kalau saya nggak beranggapan kalau SEMUA orang Indonesia kayak gini. Makanya saya nggak kasih disclaimer perihal generalisasi atau apapun. Tapi ternyata banyak yang masih nyangka saya pukul rata, ya. Yaudah next time biar semua jelas saya ekstra tulis "this doesn't apply to ALL indonesian" biar semua senang semua tenang ;)
Topik yang diangkat dalam artikel ini bagus dan menarik untuk mendorong diskusi lebih lanjut.
ReplyDeleteNamun saya mendapat kesan bahwa seolah2 penulis menganggap bahwa bertanya ke orang secara langsung/in person itu lebih inferior daripada mencari informasi di google. Saya kurang sependapat dengan ini. Pertama, ada memang informasi yang sifatnya "hard facts" seperti yang penulis sebut tentang nilai tukar Euro, yang kalau kita bertanya, jawabannya bisa langsung ditemukan di internet. Namun ada juga pertanyaan yang jawabannya terbuka, atau bervariasi tergantung dari siapa yang ditanyakan. Seperti empat pertanyaan yang penulis sebutkan di awal tulisan, itu mungkin ditanyakan karena si penanya ingin tahu langsung dari penulis, bagaimana pengalaman penulis selama ini terkait hal2 tersebut, dan tentunya yang begini tidak bisa dicari di "google". Barangkali si penanya kagum dengan penulis sehingga tertarik untuk belajar dan berdiskusi lebih lanjut. Apakah lantas kita merendahkan mereka dan langsung men-cap mereka malas?
Kedua, memang mencari informasi adalah skill yang sepatutnya kita kuasai di era global ini, terlebih dengan adanya internet. Namun, bisa jadi bertanya langsung ke orang malah lebih efisien daripada mencari di internet. Bisa jadi informasi itu dibutuhkan cepat, dan karena yang ditanya dianggap sudah berpengalaman atau menguasai topik yang ditanyakan, maka lebih efisien jika langsung saja bertanya. Lagipula, belum tentu setiap detik kita selalu memliki akses ke internet. Selain itu, bertanya ke orang (yang kita anggap menguasai topik yang ditanyakan) bisa lebih efektif karena informasi/jawaban yang dicari sudah "terverifikasi" berdasarkan pengalaman/kulminasi pengetahuan si narasumber, jadi lebih meyakinkan. Si penanya menganggap yang ditanya lebih kredibel atau "authoritative" mengenai topik yang ditanyakan. Daripada harus memilah2 dan menyarikan sendiri informasi bejibun yang ada di internet, yang seringkali kita tidak tahu mana yang valid mana yang tidak, ujung2nya malah pusing sendiri karena "information overload" sementara jawaban yang dicari masih tidak pasti sifatnya.
Lagian, apa susahnya kalau ada yang bertanya, kita memberi jawaban singkat di awal, baru setelah itu menyarankan si penanya untuk menggali informasi tambahan (misalnya lewat googling). Dengan begitu, kita tetap mendorong si penanya untuk kritis tanpa perlu "mementahkan" mereka di awal.
Haiii mba gita, salam kenal.. tulisannya bagus, bagus banget malah :)
ReplyDeleteSejak SMP (kurang lebih 15 tahun lalu), papaku ngajarin untuk stay away from media, cukup cari, lihat dan dengar yang dibutuhkan saja.. Jadi hingga saat ini, penggunaan tv dan radio sangat minimaaaal sekali dirumahku.. Alhamdulillah pake kacamatakuda gini lebih baik daripada liat/dengar yang ga terbukti kebenarannya :)
Berkenaan dgn internet, aku punya pengalaman kerja bareng anak2 kelahiran 1993-1996, bener seperti yang mba tuliskan, nyari info itu males! Padahal mereka itu anak kuliahan loh tapi ko budayanya mau yang instant dan disuapin, aduh udah jarang deh yang punya inisiatif ini dan itu.. Ntah kesalahan itu berawal darimana ya..
Terimakasih sudah terbuka membagi uneg2 dan pemikirannya mba, semoga menyentil banyak pihak ya :)
Bisa jadi topik Tesis kata teman saya, Berlian
ReplyDeleteYampun Gita, I feel the same way too about Indonesian youngsters nowadyas. Aku pun pernah seperti itu: adu argumen dengan strangers, mulai jarang baca buku, terlalu banyak kepo yang nggak penting di internet, dan sering kena hoax. Memang nggak lantas WUSSS bisa ilang gitu aja sih kebiasaan2 buruk itu. Apalagi yang masalah berita hoax. Karena internet udah mengalami yg namanya tsunami informasi, memang susah bagi kita buat tau mana yang bener dan layak diikuti perkembangannya, mana yang salah dan cuma dibikin biar pageview websitenya tinggi + bisa dapet puluhan juta dari Google AdSense. But, here's the thing. We can't expect people to change so fast. It starts from us. And I'm glad you're being over-thinking and wrote this. It makes me realize that I have so many things to be fixed. Thank you for writing this.
ReplyDeleteLove, Hanifa.
http://honeyvha.com
Wunderbaaaaar!
ReplyDeleteSalam Git, wie gehst?
Selalu suka dengan tulisan yang bikin aku mbatin "o iya ya, bener juga ya". Memang realitanya begitu. Mari sama-sama merubah sistem pemikiran masyarakat indo. Indonesia butuh banyak kontribusi dari generasi penerus yang sepertimu Git. Aku memulai sedikit demi sedikit, dari lingkungan terdekat aku, keluarga. Ortu aku masih sering membaca berita yang langsung diiyakan. Tanpa melihat siapa penulisnya, dsb. Semoga banyak teman2 sepertimu di luar sana. Indonesia menunggu anak2 rantaunya kembali pulang untuk membenahi human error di sini.
Danke 😊
Sayangnya, sikap kritis itu tidak innate in most people. Harus di-cultivate, kalau engga, ignorance akan terus merajalela. Intinya, orang Indonesia yang masih terbelakang menurutku engga bisa diharepin buat bisa secara mandiri menjadi kritis. Critical thinking lebih makan energi, makanya banyak yang lebih suka disuapin. :(
ReplyDeleteSalam kenal Mba Gita, saya iie, ibu sekaligus mahasiswi, saat ini domisili di Swedia.
ReplyDeleteIni pertama kali baca tulisan Mba, walopun udah cukup lama denger ttg Mba dan beberapa kali lihat vlognya. Apresiasi atas semangat positifnya :)
Beberapa hal bisa saya diambil dari tulisan ini, terutama jadi pengingat diri sendiri kalo kebanyakan atau terlalu bermudah-mudah dalam bertanya. Juga realita bahwa tingkat literasi negeri kita masi minim, kemampuan dan minat 'membaca' (ga sekedar mampu merangkai kata, tapi menangkap makna) masi relatif rendah, bisa dipahami 'kegelisahan' Mba yg mungkin di frasekan 'malas' itu. Mencoba memahami juga mungkin Mba cukup lelah dengan banyaknya pertanyaan yg dirasa trivial.
Tapi hanya mau saling mengingatkan, rasanya akan lebih adem bacanya kalau lebih berhati-hati dalam menggeneralisasi. Keinget pelajaran berharga dari salah satu dosen saya tentang urusan ini, beliau bilang kritis secara akademis itu sangat berhati-hati dalam membuat statement generalisasi. Walaupun saya mencoba memahami, mungkin keterbatasan (waktu) penulisan atau ya memang sekedar urusan kata aja krn dirasa semua pasti tau maksud sebenarnya.
Hal selanjutnya, memang sih banyaak yg bs dipelajari dr peradaban barat, tapi negeri kita punya berlian yg ga kalah berharganya dari yg mereka ga punya :) Sebutlah diantaranya; kekeluargaan dan silaturahim. Contohnya urusan persatuan pelajar aja, sebelumnya saya kira persatuan pelajar itu hal lumrah dan tiap negara punya, ternyata gak, saya bahkan kaget ada temen2 dr negara lain yg ga tertarik nyari tahu temen asal negaranya, kalo tau pun yaudah ga ada apa2. Sedang di kita, udah kaya otomatis dan akomodatif.
Belum lagi semangat gotong royong, kehangatan, dan hal2 yg menyangkut rasa lainnya. Nyatanya byk hal2 intangible yg negara kita punya dan layak diapresiasi, yang boleh jadi melatari kenapa beberapa perilaku dan kecenderungan berbeda dgn mereka yg di barat. Jadi rasanya kita juga perlu optimis, bahwa negeri kita punya banyak kelebihan berharga juga, yang tentunya ga harus seragam dengan yang mereka punya di barat. Walaupun tentu sangat perlu terus memperbaiki diri, tanpa merasa rendah diri.
Kalo boleh dilebarin nih, sejujurnya justru saya ga berharap stay lama di negeri barat, apalagi kalau anak beranjak besar (5-7tahun), sekalipun secara dunia terlihat lebih menyilaukan, tapi dalam hidup ini (terutama bagi saya pribadi) ada yang jauh lebih penting dari itu yang dirasa sulit didapatkan disini.
Anyway nuhun ya sharing pikirannya, keep on spreading the positive vibes :)
/Dery Hefimaputri
Bagus sekali poinnya ibu (y)
DeleteHai Git,
ReplyDeleteGue setuju sama sebagian opini lo, tapi sebagian juga engga.
Mungkin juga banyak yang nyinyir karena opini lo terkesan terlalu menjudge orang Indonesia. Gue ga masalah sih, terserah.
Tapi yang pengen gue bilang, coba deh liat dari perspektif berbeda.
Kira-kira kenapa orang sampe nanya:
"Kak, gimana sih caranya biar bisa kritis kayak Kak Gita?"
"Kak, gimana caranya Kak Gita bisa banyak tau tentang macem-macem?"
"Kak, biasanya Kak Gita baca berita di mana?"
"Kak, gimana sih cara Kak Gita baca berita gitu? Liat di mana? Kak Gita kan sibuk kuliah."
Well, sadar ga sadar lo udah jadi public figure. Dan mungkin, orang-orang yang nanya ini cuma pengen tau, gimana sih caranya lo bisa cerdas atau mungkin terkenal.
Sama kayak kalo gue ketemu Albert Einstein, gue bakal nanya aneh2 juga dan mungkin bodoh di mata dia.
Trimakasih udah ngewakilin uneg2 yg ada d kepala kak :'D
ReplyDeleteHai git, aku ikut meramaikan kolom komentarmu yah. Aku lahir dan besar di kota kecil di sudut indonesia yang mungkin selama ini cuma terkenal karena musibah industrinya; Sidoarjo.
ReplyDeletegit, ada 2 cara terlihat pintar: pertama belajar, kedua meneriakkan kebodohan orang lain.
Saya cuma mau tanya, se kenal apa sih kamu sama masyarakat indonesia?
Kalau kamu cuma mengenal mereka lewat kolom komentar di Internet, terus kamu bilang mereka pemalas dan nggak inisiatif, kamu salah besar.
Being such judgemental, for educated people like you, that's embarassing.
saya setuju sama mba gits hehe
ReplyDeletegatau kenapa akhir-akhir ini kondisi indonesia bisa dibilang "buruk" karena permainan media yang sampah, kemalasan media mencri berita yang fakta memberikan pengaruh buruk terhadap masyarakat, ya jadi gini deh terpecah belah........ Syedih rasanya kadang !!!!!
Untuk yang pertanyaan berapa satu euro berapa tiket pesawat dsb itu untuk saya seringkali bukan pertanyaan serius kak, lebih sering pertanyaan buat mengawali small talk. Hanya saja memang sebagian besar orang Indonesia itu kurang dalam kreativitas dan inisiatif. Tanya bagaimana membuat produk ini itu padahal di instructables atau situs tutorial lainnya ada juga. Tapi jangan lupa, kita sedang ada di generasi yang mulai berubah kak, banyak usaha dalam domain ekonomi kreatif, banyak kemampuan spesifik anak muda juga seperti kemarin anak lulusan SMK yang utak-atik Tiger jadi bermesin 5 yang disanjung-sanjung di Jepang. Beberapa memang belum mendapatkan ruang dan publikasi yang layak kak, mungkin dari uneg-uneg kakak ini bisa diteruskan menjadi solusi berupa pembuatan ruang dan media publikasi anak muda kak.
ReplyDeletedari anak muda yang juga risau dengan perkembangan Indonesia
Setuju banget sama tulisan mbak.
ReplyDeleteMemang sih, nggak munafik juga saya masih cari tutorial cara ini dan itu. Tapi bukan berarti saya dicekoki dari nol banget dan nggak ada inisiatif. Kalau nggak ada inisiatif, buat apa saya buat blog sendiri kan? Cari materinya kan juga harus dari beragam sumber yang sebenarnya kalau mau nyari (sampai rada-rada susah karena terpencar-pencar) pun juga bisa ketemu.
Ya, memang sih nggak bisa generalisir juga. Kita juga harus lihat situasi kenapa mereka nggak inisiatif. Mungkin akses informasinya terbatas atau ada sebab lain. Tapi, kalau yang sebetulnya sudah punya akses informasi yang banyak - cenderung berlebihan, tentu inisiatifnya memang harus dibuka. Memang cara belajar tiap orang berbeda-beda, tapi inisiatiflah yang menyamakan semua orang. Mungkin ada yang suka bertanya jawab, semisal ke senior atau atasan. Tapi ada juga yang lebih suka diam namun dia mencermati tiap-tiap bagian, hingga bagian-bagian yang tak terekam oleh orang lain. Tapi sama-sama inisiatif kan?
Tapi begini mbak, di sebuah buku motivasi yang pernah saya baca, ada yang menyebutkan hal ini sebagai kelebihan sebuah generasi, dimana kalau kita minta tutorial cara melakukan sesuatu (hingga yang sebetulnya memang nggak ada tutorialnya), katanya kemudian pada umumnya dikembangin jadi lebih baik dan lebih bagus sesuai dengan pemikiran yang nanya. Gimana mbak melihat pendapat ini?
Halo Gita!
ReplyDeleteTerima kasih sudah mewakili perasaan banyak orang yang harus sepet ditanyain hal-hal yang sebetulnya bisa mereka cari tahu sendiri.
Memang bener sih, malu bertanya sesat di jalan. Tapi kalo semua ditanyain tanpa mau coba cari/baca/browsing/mengamati/menganalisis, itu tanda-tanda ketidakpedulian. Bertanya karena kepo, bukan benar-benar butuh dan ingin tahu.
Karena kalau kita benar-benar mau tahu dan pengen tahu, kita nggak akan malas untuk coba baca dulu, coba cari tahu sendiri dulu.
"Kak gimana sih caranya biar tahu macem-macem?"
"Jangan bukain instagram doang, banyakin juga baca yang bukan gosipan atuhlaaa."
I feel you, Gita. I sincerely feel you.
Tulisannya bagus kak git tapi saya cuman ingin berpendapat kalau menurut saya gak semuanya orang indonesia kayak gitu kok. dan menurut saya juga "rata-rata" 'pengguna' internet indonesia yang pemikirannya lebih dewasa, pinter, cerdas itu dia sider atau silent reader dan jadinya mereka gak begitu kelihatan. Bukan berarti orang yang gak sider di internet itu gak pinter ya :)
ReplyDeletedan yang masalah temen kak gita yang mau membuat aplikasi yang dapat memfilter berita agar terkonfirmasi kebenarannya dan kak gita jawab gitu, saya agak kecewa aja. Pasti banyak kok ka anak indonesia yang download app itu dan me-apresiasi akan karyanya. Karna ga semua orang dan anak indonesia seperti apa yang ka gita tulis dan kenapa ka gita ga dukung temen kaka yang punya ide untuk membuat aplikasi itu? bisa jadi itu dapat menjadi salah satu usaha terhadap permasalahan di indonesia yang terlalu percaya akan berita hoax. Bisa aja itu bentuk usaha temen kaka juga untuk ingin membuat indonesia lebih baik ?
Tapi bagaimana pun juga saya tetep setuju dengan tulisan kaka tapi untuk sebagian orang di indonesia
Kak, git. udah resikonya mendapat komentar kontra akan tulisan pendapat kaka yang dipublish di dunia internet. Seharusnya kaka udah siap akan komentar2 kontra sebelum mempublish tulisan ini dong ka. Karna ga semua orang di internet satu pemikiran dengan kaka.
ReplyDeleteHai kak gita! Aku suka sama tulisannya hehe. Tapi jadi sedih karena tau ternyata seburuk itu kah Indonesia di mata warganya sendiri yang sedang menetap di luar negri. Aku tau kok kak gita udah bikin disclaimer kalau kak gita ngga bermaksud menggeneralisasikan semua orang Indonesia. Tapi jujur sedikit banyak aku ngerasa tersinggung karena aku pun bagian dari orang Indonesia itu sendiri. Dan secara ngga langsung aku sedih aja mereka yang tau kecacatan Indonesia malah pergi ke negara lain tanpa peduli sama negara sendiri. Atau bahkan mungkin ada yang "menjual" kewarganegaraannya. Aku harap kakak masih terpikir buat balik ke Indonesia bersama kami dan coba untuk berusaha membantu Indonesia jadi lebih maju. Generasi kita kan yang pada nantinya membuat Indonesia akan jadi seperti apa. Semoga kakak mau membantu kami yang di sini. Hehe❤
ReplyDelete