by Gita Savitri Devi

3/02/2014

Studium In Deutschland = Hunger Games

Kemarin gue habis menghadiri acara anak IWKZ e.V "Guter Start in Deutschland". Acara ini diperuntukan buat anak-anak lulusan SMA yang udah sampe di Jerman dan mau lanjut kuliah. Di sana dijelasin gimana situasi disini, apa aja yang harus dipersiapkan, organisasi-organisasi apa aja yang ada di Jerman atau Berlin.
Ada satu pengisi Vortrag namanya mas Sultan. Dia lulusan Diplom Wirtschaftingeneurwesen dari TU Darmstadt dan sekarang kerja di Ernst & Young Frankfurt. Isi presentasi dia bener-bener hati banget. Dia nyeritain gimana realita mahasiswa-mahasiswa di Indonesia yang ada di Jerman, gimana tingkat kesulitannya, dan lain sebagainya. Nah, berhubung banyak banget adik-adik yang bertanya sama gue gimana caranya sekolah disini, gimana ini-itunya, kayaknya pas banget kalau gue sekalian paparin disini untuk bahan pertimbangan juga :)

Selama ini mungkin orang liat hidup mahasiswa yang kuliah disini cuma seneng-seneng aja. Karena kalau upload foto di Facebook atau Instagram cuma seneng-senengnya, jalan-jalan di Eropa, belanja ini-itu. Padahal sebenernya itu cuma kulitnya doang dan hidup kami nggak segembira itu kok. Bisa dibilang disini beratnya ampun-ampunan dan kalau salah langkah dikit akibatnya bisa fatal.

Jadi, untuk kuliah disini seseorang yang udah lulus SMA di Indonesia harus punya sertifikat bahasa Jerman setingkat B2. B2 ini adalah skill minimum yang harus di penuhi kalau mau daftar Studienkolleg. Jangka waktu les B2 dari level A1 sekitar 6 bulanan. Nah, setelah punya sertifikat B2, kita baru boleh daftar Studienkolleg. Studienkolleg itu adalah semacam penyetaraan. Karena di Jerman biasanya lama sekolah adalah 13 tahun sementara di Indonesia hanya 12 tahun, maka kita harus masuk Studienkolleg dulu selama 2 semester. Mulai dari sini seleksi alam dimulai. Maksudnya apa tuh seleksi alam? Semisal ada serombongan pelajar Indonesia yang datang ke Jerman sebanyak 10 orang, nggak semuanya bisa masuk Studienkolleg, karena cuma yang lulus tes masuk yang bisa. Apalagi jaman sekarang. Persaingannya ketat banget. Karena makin banyak pelajar asing yang mau kuliah di Jerman sementara kuotanya segitu-gitu aja, in the end cuma orang-orang yang emang mampu yang bisa keterima di Studienkolleg (I'm talking about calon student yang tes di Jerman, bukan di Indonesia. Soalnya kalau pakai agen biasanya mereka tesnya di Indo dan agen biasanya udah bekerja sama dengan Studienkolleg tersebut sehingga dapet StudKoll nya gampang). Terus apa yang dilakuin orang-orang yang nggak dapet Studienkolleg? Pulang habis ke Indonesia. Disini kita nggak ada pilihan selain pulang (atau mungkin ada tapi sulit), karena kita cuma dikasih waktu 2 tahun dari awal sekolah bahasa sampai selesai Studienkolleg. Kalau normalnya StudKoll itu 2 semester, berarti kita cuma punya waktu 1 tahun untuk sekolah bahasa, dapetin sertifikat B2, dan dapet StudKoll.

Selama di Studienkolleg apa yang di pelajari? Sebenernya itu semua pelajaran SMA, tapi lebih mendalam lagi. Karena orang Jerman sangat suka mencari tahu dan mempelajari dari mana datangnya suatu rumus. Sewaktu gue StudKoll dulu, pas pelajaran Mathe Analysis (matematika analisa) papan tulis selalu penuh ditulis dengan rumus-rumus matematika sama guru gue. Ternyata dia lagi ngasih tau kita tentang bagaimana bisa dapet suatu rumus X. Kok belajarnya terlalu mendetail? Iya, karena ujian-ujiannya pun mendetail. Nggak akan lagi kalian nemu ujian pilihan ganda kaya di Indonesia. Semua ujian essay, semuanya tentang penjelasan, dan penurunan rumus. Jadi kalau kita cuma tau hasil jadi suatu rumus aja, tapi nggak tau gimana cara dapetnya dan cara nuruninnya, there's no chance to pass the exam. Bagaimana dengan seleksi pelajar Indonesia disini? Makin kejam. Asli ya, saat-saat gue Studienkolleg adalah saat paling suram dan muram. Gue sering banget mengalami perpisahan sama teman-teman terdekat gue disini, sampe akhirnya gue ngerasa capek sendiri untuk sedih-sedihan. Tiba-tiba nanti denger berita si A pulang habis, si B pulang habis juga. Alasan mereka pulang ke Indonesia karena mereka nggak kuat dengan susahnya belajar disini, ujiannya terlalu susah, nggak bisa ngikutin pelajaran, kesulitan sama bahasa jerman, dan lain sebagainya.

Selain ujian-ujian tengah dan akhir semester, di akhir Studienkolleg ada namanya Feststellungsprüfung (FSP). Mungkin kalau di Indonesiakan namanya Ujian Akhir Nasional. Jeng-jeng-jengg.... Namanya horor banget ya? Ujiannya jauh lebih horor kok. Ini adalah ujian penentu masa depan. Karena dari nilai ujian ini lah kita bisa daftar-daftar universitas di Jerman. Kalau nilainya jelek jangan harap di terima di Uni yang bagus.
Banyak banget pelajar Indonesia yang nggak lulus FSP dan harus ngulang lagi satu semester. Waktu yang dibutuhkan untuk lulus StudKoll yang tadinya cuma 2 semester jadi molor 3 semester, bahkan 4 semester. Padahal visa nya udah mau habis. Ada juga temen gue yang harus pulang ke Indonesia, karena dia FSP nya nggak lulus-lulus dan masa tinggal dia udah habis dan nggak bisa diperpanjang.

Apa aja sih yang di ujian-kan di FSP? Tergantung apa Kurs yang lo pilih. Kalau gue dulu Technik-Kurs. Di Studienkolleg TU Berlin kita bisa milih mau nulis ujian fisika atau kimia. Karena gue emang mau kuliah Chemie, maka gue abgewählt fisika dan gue nulis kimia. Jadi mata pelajaran yang harus gue tulis adalah deutsch (bahasa jerman), mathe, dan chemie. Berhubung gue udah ikut FSP deutsch di semester pertama, jadi gue cuma harus nulis Mathe sama Chemie aja. Kalau lo di Wirtschaft-Kurs (Ekonomie), beda lagi ujian yang harus lo tulis. Begitu juga kalau lo di Medizin-Kurs (Kedokteran).
Seperti yang gue katakan, FSP itu deadly (tapi setelah lo merasakan kuliah di Uni di Jerman, FSP itu nggak ada apa-apanya -_-). Persaingan disini makin ketat lagi, karena kita bersaing dengan pelajar-pelajar di seluruh penjuru Jerman. Nggak cuma pelajar dari Berlin doang kan yang mau daftar di Freie Universität Berlin? Nggak cuma anak München doang yang mau daftar di LMU. Makanya dapet nilai bagus pas FSP itu super-duper penting. Jadi sistemnya begini, setelah lo mengetahui nilai akhir lo dan dapet raport Studkoll, lo mendaftar pake transkrip nilai itu dan nilai UAN di Indo ke uni-uni manapun pilihan lo. Nah, nilai jerman lo itu akan di rata-ratain sama nilai SMA lo waktu di Indonesia. Dengan nilai itu lo bisa diterima atau ditolak oleh uni tersebut. Penerimaan/Penolakannya per pos. Jadi kalau kita lagi nungguin Zulassung itu galaunyaaa setengah mati. Tiap hari kerjaannya cuma nge-cek Briefkasten (kotak pos) terus berharap dapet Zulassung dari Uni. Kalau udah dapet Zulassung lo aman deh pokoknya, in shaa Allah lo udah resmi menyandang gelar mahasiswa.

Sekarang kita udah nyampe di step selanjutnya : PERKULIAHAN.
Gimana rasanya kuliah di Jerman? Capek hati. Mental digodok, dikasih tugas-tugas yang bikin begadang, ujian-ujian yang terlalu kejam, dan pastinya materi-materi kuliah yang kadang terlalu abstrak karena di jelasin pake bahasa jerman. Jadi kalau lo melihat ada foto anak indonesia di sini yang senyam-senyum ketawa-ketiwi, lo nggak tau aja kalau dia sebenernya sedang memendam stress yang teramat-sangat. Pada fase ini segala sesuatunya jadi makin menyeramkan dan makin kayak Hunger Games. If you don't have what it takes, you're out. Disini kita cuma punya dua kali kesempatan untuk tidak lulus ujian suatu mata kuliah. Kalau ketiga kali nggak lulus juga, sorry to say tapi lo harus di keluarkan. Apa yang bisa kita lakukan setelah dikeluarkan dari uni? Pindah uni, pindah kota, atau pulang ke Indonesia. Disini istilahnya adalah 1.Versuch, 2.Versuch, dan 3.Versuch. Kalau diantara kita-kita ngedenger ada satu temen mau 3.Versuch, rasanya pingin kita doain bareng-bareng supaya dia lulus biar nggak di exmatrikuliert dari uni nya. Ujian atau Klausur di uni itu susah. Ada Lehrbuch (buku pelajaran) setebel 1000 halaman yang harus kita baca, ada skrip ratusan halaman yang harus kita hafalin, ada Übungen (soal latihan0 dan Altklausuren (soal-soal tahun sebelumnya) yang harus kita kerjain supaya kita bisa lulus. Nggak heran kalau pelajar disini mempersiapkan ujian minimal dua minggu sebelumnya. Kalau gue pribadi suka nyolong start, gue nggak pernah stop belajar dari hari pertama semester baru sampai H-1 ujian. Biasanya yang lain belajar 1 bulan sebelumnya. Karena disini nggak ada lagi namanya sistem kebut semalam. Nggak bisa lagi kita belajar 1 minggu sebelumnya. Di jamin nggak akan lulus.

Selain tantanga-tantangan akademis diatas, ada banyak lagi tantangan lain yang harus kita hadapin. Seperti kata mas Sultan di presentasinya kemarin, tantangan itu adalah tantangan finansial, sosial & lingkungan, dan psikologi.
Tantangan finansial : Akan sangat bagus kalau keadaan ekonomi orang tua kita lancar dan stabil sampai akhir studi kita. Kita nggak usah mikirin lagi masalah uang, kalau lapar males masak tinggal beli makanan diluar, kalau stress tinggal jalan-jalan ke luar Jerman. Tapi seringkali hal itu nggak terjadi. Seperti pada gue contohnya. Keuangan keluarga gue nggak stabil, gue juga bukan anak kepala biro atau konglomerat. Kalau lagi bener-bener nggak ada uang, gue harus kerja biar ada tambahan. Tapi nggak setiap hari kan kita bisa kerja? Disini prioritas utama kita adalah kuliah. Jangan sampe pekerjaan mengganggu kuliah. Gara-gara kemaren kerja hari ini kecapean dan ujung-ujungnya bolos kuliah.
Tantangan sosial : Maksudnya disini adalah bagaimana kita menghadapi orang-orang yang bener-bener beda kulturnya sama kita. Bahasa yang kita pake untuk berkomunikasi pun beda. Cari temen kuliah yang enak dan asik itu susah. Apalagi orang jerman itu nggak suka kalau ngedeketin orang duluan, mereka sukanya dideketin. Belom lagi harus menghadapi kulturschock. Gue dulu ngalamin banget nih dan ini cukup bikin gue ketakutan. Gue kan dulu anak rumahan banget ya. Kemana-mana sama nyokap gue. Dia emang selalu ngasih tau apa yang sebenernya ada diluar sana, tapi karena gue nggak pernah lihat langsung ya jadi gue iya-iya aja. Taunya setelah dilepas sendirian di negri antah-berantah, gue jadi ngalamin semua yang nyokap bilang ke gue. Gue jadi ngerasa takut banget, karena gue disini sendirian dan gue nggak bisa ngehadapin itu semua sendiri. Tapi berhubung gue orangnya lumayan tangguh, ketakutan itu gue telan sendiri dan lama-lama gue terbiasa.
Tantangan psikologi : Nah, ini nih yang krusial. Gue tadi udah sebutin kan diatas, gimana disini udah seperti concentration camp. Ibarat lagi LDK di barak ABRI. Banyak banget anak indonesia yang nggak kuat sama cobaan yang ini. Termasuk gue. Karena kita disini hidup sendiri, jadi apapun cobaan yang datang ke kita ya kita sendiri yang nanggung. Cobaan finansial, cobaan akademis, cobaan dari orang lain, cobaan birokrasi, dan segala keribetan yang bisa dateng kapan aja itu di hadapin dan di selesaikan sendiri. Satu-satunya cara untuk menghadapi yang satu ini adalah banyak-banyak solat dan mendekatkan diri ke Tuhan. Ketenangan hati itu nggak bisa didapat dengan cara jalan-jalan ke Paris, ketentraman hati itu nggak bisa didapat dengan cara shopping spree di Hackescher Markt. Cuma bisa didapetin kalo kita di atas sajadah.
Peran teman-teman sesama pelajar indonesia juga cukup penting disini, karena mereka juga mengalami hal yang sama kayak kita, kita jadi nggak ngerasa sendirian. Makanya penting banget untuk tidak menarik diri a.k.a ansos! Karena kadang stress atau kegelisahan itu datang kalau kita kebanyakan sendirian. Kita nggak ngomong sama orang lain, selain ngomong sama diri sendiri. Otak kita nggak bisa diajak buat berpikir jernih. Disaranin buat student-student disini untuk aktif di organisasi di kotanya masing-masing biar nggak jenuh.

Ada satu lagi yang mau gue tambahin, karena menurut gue ini cukup penting. Teruntuk student-student yang lagi LDRan. Entah cewenya atau cowonya tinggal di Indonesia, sementara kalian di benua lain. Jangan buang-buang waktu berharga kalian disini untuk pacaran sama laptop alias Skypean. Kalian udah disini, kalian adalah orang-orang beruntung yang bisa ngerasain kuliah di luar negri, kalian adalah orang-orang beruntung yang bisa mempelajari kultur dan kebaikan dari negri lain. Feel the moment! Manfaatin waktu kalian untuk membentuk diri kalian menjadi individu yang lebih baik, untuk mencari jati diri dan mengambil segala contoh baik yang udah dikasih sama negara tempat kalian studi sekarang. Ada banyak museum yang belum kalian kunjungi, ada banyak taman yang belum kalian injak rumputnya, ada banyak perpustakaan yang belum kalian santroni, ada banyak acara dan kegiatan yang kalian sia-siakan cuma karena kalian mau skypean ;)

Semoga tulisan ini bermanfaat ya buat adik-adik yang kepikiran mau kuliah disini. Gue bukannya mau bikin kalian takut, tapi gue nggak mau seperti agen-agen itu yang cuma ngomongin manis-manisnya doang. Gue pingin ngasih liat realita yang ada untuk kebaikan kita juga.

Sampe ketemu di tulisan-tulisan selanjutnya!
Share:

9 comments

  1. Wah.....hebat juga lo bisa kuliah di jerman! Emang di jerman banyak mahasiswa indonya?

    ReplyDelete
  2. Tulisan yang catchy.

    Menurut saya, pelajar di indonesia yang bisa kuliah S1/S2/S3 adalah orang orang yang tangguh. Saya jadi mikir loh, saya yang cuma mampu kul di indo aja kuliah pontang panting , apalagi kalian yang kuliah di luar mampu lulus dari sana juga.

    Mulai dari jauh dari keluarga, godaan internet yang super cepat(buat ngegame online, hehe)dan godaan pergaulan bebas.

    Salut deh ama kalian yang di jerman , bisa setangguh itu, dan saya berani bertaruh kalau masa depan kalian pasti cerah.

    BTW kapan nih episode COOLYAH selanjutnya? kok sekarang jarang diupload yah.
    Oh ya, dan juga saya ngucapin makasih banget nih, gara-gara ga sengaja nonton COOLYAH, saya jadi termotivasi untuk belajar bahasa jerman(kalo lagi suntuk belajar bahasa jerman saya pasti nonton COOLYAH), saya termotivasi untuk melanjutkan studid an merasakan atmosfer studi di sana, Amin.


    Sekali lagi , makasih banget telah berbagi pengalaman di blog ini dan di COOLYAH.

    Danke Sehr und Auf Wiedersehen.


    ReplyDelete
  3. nggak sengaja ke sini gara-gara soundcloud, dari nyari lagu payung teduh, eh nyasar ke soundcloudnya gitasav, terus nyasar ke blog ini dan nemu coolyah yang keren super duper bgt hehe

    jika dibandingkan dengan kalian, saya ini benar2 tidak ada apa2nya. Jarak kurang lebih 550km rumah saya dan tempat saya belajar saat ini tidaklah jauh di dunia yang sudah sangat mobile ini. Dikasih tugas sedikit dari dosen saja, saya sudah mengeluh.

    btw, dari musik, video, dan tulisan yang saya rasakan di sini, keren bgt deh pokoknya, sgt menginspirasi

    hatur nuhun :)




    ReplyDelete
  4. baru datang ke berlin 1 bulan lalu , sekarang rasa nya mau booking tiket buat ke indonesia :(

    ReplyDelete
  5. Wah terima kasih atas infonya mba.
    Kalo boleh tau, persentasi nilai akhir fsh dan nilai un gimana ya?

    ReplyDelete
  6. Wah terimakasih atas infonya mba. Kalo boleh tau persentasi nilai fsp dan uan gimana ya?

    ReplyDelete
  7. Terimakasih kak atas infonya. Kalo boleh tau persentasi nilai fsp dgn un untuk masuk uni itu bagaimana ya?

    ReplyDelete
  8. Doain ya kak soon nyusul di Freie Universität Berlin. Aamiin

    ReplyDelete
  9. Okay, makasih kak infonya. And yg pengen saya tau.. kenapasih pengen banget kuliah di Berlin, dimana kita dapet enaknya atau (lebih) baiknya kalo kita skul disana. Apa bedanya sama universitas" biasa kak?

    ReplyDelete

Show your respect and no rude comment,please.

Blog Design Created by pipdig