Selain tentang bagaimana cara kuliah di Jerman, pertanyaan lain yang sering gue dapatkan adalah bagaimana hidup sebagai muslim di negara yang sekuler ini. As simple as it sounds menjadi muslim di Jerman itu biasa-biasa aja. Mungkin dengan banyaknya berita di media mengenai bagaimana muslim sebagai minoritas diperlakukan wajar aja kalau banyak juga dari kalian yang beranggapan semua non muslim di luar negeri itu rasis dan diskriminatif. Nyatanya perlakuan tidak enak itu hanyalah segelintir. Kebanyakan "bule" ternyata baik, biasa-biasa aja kalau liat orang pake kerudung, dan biasa aja kalau liat orang sholat ataupun puasa.
Kehidupan berislam di sini jelas beda dengan di Indonesia. Di mana sangat gampang buat beribadah. Adzan selalu berkumandang di berbagai sudut kota, mau makan pun nggak usah mikir. Begitu juga ketika Idul Fitri dan Idul Adha, udah pasti bisa ikutan sholat Ied karena toh hari itu semua diliburkan. Bedanya di sini masjid nggak sebanyak di Indonesia, tapi bukan berarti nggak ada. Kalau pun lagi nggak nemu mesjid sholat di suatu sudut taman atau halaman gedung juga bisa. Mau makan juga gampang aja karena toko daging halal cukup gampang ditemuin. Restoran timur tengah atau turki yang nyediain makanan halal juga cukup banyak. Di sini puasanya lebih lama yaitu 18 jam dan it's safe to say kalau muslimnya puasa "sendirian". Suasana ramadhan juga bisa dibilang nggak ada sama sekali. Ketika lebaran pun sering kali jadwalnya bentrok dengan kegiatan lain, kuliah misalnya.
Let's go back to how Germans treat minorities. Menurut pengalaman gue 6 tahun menjadi minoritas gue tidak pernah mendapatkan perlakuan spesial pun juga perlakuan yang tidak mengenakan. Dan menurut gue itu adalah tindakan yang paling adil yang bisa dilakukan suatu mayoritas. Orang Jerman sangat menghargai perempuan muslim yang memakai kerudung contohnya. How? They let us wear it and treat hijab as a normal piece of cloth. Mereka juga nggak protes dengan makin banyaknya restoran atau toko halal berseliweran. Bahkan banyak dari mereka ikutan makan dan belanja di sana. Again, they treat this halal places as normal thing. Memang ada segelintir kelompok yang sesekali demo against Islam ataupun yang punya opini negatif tentang agama ini. Tapi cuma sebagian kecil. Tapi kita juga nggak bisa dong memaksa orang untuk menerima atau pun berpikir positif tentang Islam. Semua orang berhak memiliki pendapat masing-masing. Melihat bagaimana orang Jerman biasa-biasa aja dengan Islam dan muslim, are you now surprised?
Sekarang kita singgung sedikit bagaimana minoritas berkehidupan di sini. Di kampus gue nggak ada mushola. Pun gue harus sholat biasanya gue sholat di bawah tangga di basement kampus atau ya gue sholat di rumah. Temen-temen Indonesia yang lain juga gitu. Kalau mereka lagi di perpustakaan dan mesti sholat mereka tinggal cari tempat sepi dan gelar sejadah di situ. Terus gimana kalau mau cari makanan? Kalau mau patuh dengan hanya makan makanan halal di sini banyak kok menu makanan vegan. No animal product used. It's safe for us Muslim to consume. Beberapa ada yang mengikuti mahzab baca bismillah sebelum makan karena di luar negeri agak sulit untuk cari makan. Toh islam banyak mahzabnya, nggak kaku. Untuk urusan salah/benar yang absolut hanya Allah yang tau. The choice is yours. Untuk urusan cari kerja banyak yang katanya terbentur dengan kerudung. Tapi banyak juga yang dapet kerjaan di tempat lain yang nggak mempermasalahkan hijab. Toh rezeki bukan si bosnya yang ngatur, tapi Allah.
Jujur, dengan beberapa kesulitan yang nyata ini gue biasa-biasa aja. I don't feel offended nor do I feel living like an outsider. Banyak orang yang nanyain ke gue seakan-akan orang Jerman mendiskriminasi muslim dengan tidak memudahkan muslim untuk ibadah, makan, dsb. Well, I guess it's the consequence we have to take. Menjadi minoritas emang pasti ada risikonya. Tapi gue tidak melihat itu sebagai alasan gue untuk playing victim seakan-akan kehidupan gue sebagai muslim dipersulit. Begitu juga dengan teman-teman muslim lainnya di sini. Mereka biasa-biasa aja juga. "Tapi kan liat deh... Masa dikasih tempat sholat di kampus aja nggak. Masa sholatnya di bawah tangga?". Emang kenapa sholat di bawah tangga? Sholat kan bisa di mana aja. Terus semisal nggak disediakan waktu ishoma di tengah-tengah mata kuliah dan lo harus cari-cari waktu di sela-sela untuk sholat. What do you expect? You're in Germany not in Indonesia or Saudi Arabia. I'm asking real question here, emangnya orang Jerman harus banget ya selalu menyediakan semua fasilitas untuk muslim? Mereka udah melakukan apa yang harus mereka lakukan, yaitu membiarkan kita mau ngapain aja yang berurusan dengan agama asalkan nggak mengganggu orang lain. They freaking let us do our thing. They never tried to kill us like the ones in Myanmar trying to get rid of Rohingya. Is it necessary for us, minorities, to demand more than that? Kayaknya malah minoritasnya yang harus menerima dan menghargai apa yang udah ada. Because you know, that's how it works.
Gue rasa yang menjadi titik permasalahan di sini adalah attitude kita. If you want everybody to treat you like special snowflakes just because you're a minority, I think there's something wrong with you. Nobody gets any special treatment or privilege because of their race or religion. Everybody is equal as you might already know. Jadi jika lo tidak mendapatkan kemudahan tertentu ketika lo beragama di negara yang tidak beragama, bukan mereka yang tidak menghargai lo tapi lo yang terlalu manja. Because in fact we're the one who have to respect the "Spiel" that has been existing in our neighborhood (I feel the need to say it twice in case some of you here still don't get it). Kita, sebagai muslim, yang semestinya pinter-pinter cari sudut buat sholat. Kita, sebagai muslim, yang harus cari-cari tempat buat belanja daging halal. Kita, sebagai muslim, yang harus bikin komunitas muslim atau bahkan mesjid sendiri. Bukan menuntut itu semua sama si mayoritas. Pun ketika lo sekali-dua kali mendapatkan perlakuan tidak enak atau menjadi korban diskriminasi, don't dwell on it too long and move on. World IS a harsh place to live. Gue tidak membenarkan aksi rasis apapun dan tidak pula meng-embrace segala bentuk kekerasan terhadap suatu ras atau agama, but let's just be real. It still happens karena sayangnya masih ada orang-orang super nasty dan merasa dirinya paling super di dunia ini.
Now you know how it feels like living as a moslem in Germany: we don't get special privilege nor are we treated like crap by Germans. We got enough respect from them and that's all we need.
And one thing, any of us should stop playing the victim. Because remember, NOT ONLY the majorities who have to respect us. We, minorities, MUST do the same.