Pelecehan seksual adalah perilaku yang berhubungan dengan seks yang tidak diinginkan, yang terjadi secara lisan, tindakan, maupun lewat isyarat.
APA SAJA YANG TERMASUK PELECEHAN SEKSUAL?
- Pemerkosaan atau percobaan pemerkosaan
- Pemaksaan keinginan seksual yang tidak diinginkan
- Memegang, menyudutkan, bersender kepada seseorang yang tidak diinginkan
- Memandang dan melakukan gesture seksual
- Bercandaan, ejekan, komentar, pertanyaan, pernyataan seksual yang tidak diinginkan
- Bersiul kepada orang lain
- Cat calls
- Komentar seksual terhadap bentuk tubuh, cara berpakaian, maupun penampilan orang lain
- Ekspresi wajah, kedipan mata, throwing kisses atau licking lips
- dsb
PELECEHAN SEKSUAL TERJADI PADA SATU DARI TIGA WANITA DI DUNIA DAN PADA SATU DARI ENAM PRIA. KENAPA DINORMALISASI?
1. Rape culture
2. Victim blaming
3. Kurangnya edukasi menyeluruh akan sexual behaviour dan sexual violence
APA ITU RAPE CULTURE?
Rape culture adalah sebuah lingkungan di mana pemerkosaan dianggap lazim terjadi dan kekerasan seksual dinormalisasi. Rape culture dilakukan dan dibudayakan lewat pemakaian kata-kata misogynist (yang menyudutkan wanita), objektifikasi tubuh wanita, dan glamorisasi terhadap kekerasan seksual di kehidupan sehari-hari maupun di popular culture.
APA SAJA YANG TERMASUK RAPE CULTURE?
- Menyalahkan korban dengan cara meneliti pakaian korban, mental state, motive, dan juga kelakuan korban
- Menyepelekan pelecehan seksual —> „Ahh, namanya juga laki-laki. Nafsu mereka memang lebih tinggi.“
- Menolerir pelecehan seksual
- Mengartikan „kelaki-lakian“ sebagai DOMINASI dan memiliki NAFSU LEBIH TINGGI (sexually aggressive)
- Mengartikan „kewanitaan“ sebagai PENURUT dan tidak lebih agresif secara seksual
- Beranggapan bahwa hanya wanita „nakal“ lah yang bisa dilecehkan
- Mengajarkan wanita supaya tidak dilecehkan dan tidak mengajarkan pria supaya tidak melecehkan
APA ITU VICTIM BLAMING?
Menyalahkan korban yang terkena pelecehan seksual. Seseorang menyalahkan korban karena dia tidak mau tahu dan mau menjauhi diri dari kejadian yang tidak mengenakan. Dengan cara melabeli dan menuding korban, orang tersebut beranggapan dirinya tidak sama dengan korban. Maka dari itu dia merasa akan terhindar dari pelecehan seksual tersebut.
Sikap ini bisa mengenyampingkan korban pelecehan seksual dan membuat mereka makin tidak mau menceritakan dan melaporkan kejadian. Sikap ini juga MEMPERKUAT ALASAN BUATAN SI PELAKU PELECEHAN, „Kejadian ini terjadi karena salah korbannya. She’s asking for it.“. Pelecehan seksual bukan kesalahan korban, tetapi hal tersebut adalah pilihan si pelaku untuk tidak melakukannya! Dan bukan kewajiban korban untuk memperbaiki situasi.
BAGAIMANA CARA SUPAYA BISA MELAWAN RAPE CULTURE DAN VICTIM BLAMING?
- Berpikir dan bersikap kritis terhadap bagaimana lingkungan dan media menggambarkan laki-laki, wanita, relationships, dan kekerasan
- Tidak menggunakan bahasa yang mengobjektifikasi dan menyudutkan korban
- Jika kalian melihat seseorang melakukan bercandaan seksual atau melakukan pelecehan, SPEAK UP!
- Jika seseorang bilang ke kalian bahwa dia dilecehkan, have a conversation with this person and be supportive
- Beri tahu si korban bahwa apa yang terjadi bukan kesalahan dia
- Jangan biarkan si pelaku beralasan konyol terhadap apa yang dia perbuat, seperti menyalahkan korban atau keadaan
- Artikan sendiri „kelaki-lakian“ dan „kewanitaan“, terlepas dari stereotip yang ada
- BE AN ACTIVE BYSTANDER! Karena diam berarti membuat rape culture dan pelecehan seksual terus dianggap lazim di masyarakat.
BAGAIMANA KEADAANNYA DI INDONESIA?
- Menurut CATAHU 2018 Komnas Perlindungan Perempuan, di ranah privat/personal persentasi kekerasan seksual adalah sebesar 31% (2.979 kasus)
- Untuk kekerasan seksual di ranah privat/personal tahun ini, incest (pelaku orang terdekat yang masih memiliki hubungan keluarga) merupakan kasus yang paling banyak dilaporkan yakni sebanyak 1.210 kasus, kedua adalah kasus perkosaan sebanyak 619 kasus, kemudian persetubuhan/eksploitasi seksual sebanyak 555 kasus. Dari total 1.210 kasus incest, sejumlah 266 kasus (22%) dilaporkan ke polisi, dan masuk dalam proses pengadilan sebanyak 160 kasus (13,2%)
- Di tahun ini, CATAHU juga menemukan bahwa pelaku kekerasan seksual tertinggi di ranah privat/personal adalah pacar sebanyak 1.528 orang, diikuti ayah kandung sebanyak 425 orang, kemudian diperingkat ketiga adalah paman sebanyak 322 orang. Banyaknya pelaku ayah kandung dan paman selaras dengan meningkatnya kasus incest.
- Di ranah publik (pelaku dan korban tidak memiliki hubungan kekerabatan, darah ataupun perkawinan), kekerasan seksual mencapai angka 76% (2670 kasus), yaitu pencabulan (911 kasus), pelecehan seksual (708 kasus), dan perkosaan (669 kasus)
-------------------------------------------------
Gue terpelatuk oleh direct message salah satu followers gue di Instagram yang berkata bahwa jika seorang wanita mengalami pelecehan seksual, maka dirinya harus introspeksi diri. Lihat lagi cara dia berpakaian dan kenapa dia bisa mengundang laki-laki untuk melecehkan dirinya. Katanya lagi, Islam sudah mengatur bagaimana wanita harus berpakaian agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Wanita harus menutup aurat karena pria memiliki nafsu lebih besar dan aurat wanita bisa memicu hal-hal nggak enak.
Oke, gue setuju kalau Allah SWT mewajibkan umatNya yang wanita untuk menutup aurat. Tapi gue sangat tidak setuju jika alasan menutup aurat adalah untuk menghindari pelecehan. Hi, have you heard of SELF-CONTROL? Setiap manusia dikasih nafsu, tapi juga dikasih akal pikiran. Jangankan nafsu untuk megang-megang atau bahkan memperkosa cewek lain, nafsu makan kebanyakan sampe begah aja harus ditahan. Dan bukan salah si korban kalau si pelaku nggak bisa menahan nafsunya. It's never about the women's clothes. Kenyataannya ada banyak wanita yang udah menutup aurat pakai pakaian syari, tapi tetap kena pelecehan.
Maaf banget, tapi memanfaatkan agama untuk membudayakan rape culture adalah salah satu hal yang paling menjijikan. Yes, it is rape culture if you think the victim is the one responsible for this unfortunate occurance. It is rape culture if you normalize and think sexual harassment is prevalent, because heeyyy boys will be boys, right?!
Gue berharap siapapun dari kalian yang merasa pelecehan seksual adalah tanggung jawab si korban, setelah membaca informasi di atas, kalian tersadar jika kalian sedang berada di bawah pengaruh budaya patriarki dan rape culture yang sangat pekat di masyarakat kita.