by Gita Savitri Devi

9/24/2018

There is No Place Like Home

Setiap kali gue sedang berada di Indonesia, gue sering dapet pertanyaan apakah gue akan kembali ke Jerman lagi. Jika iya, kenapa dan apakah masih ada urusan yang belum terselesaikan sehingga seorang WNI yang tinggal di luar negeri belum bisa pulang ke tanah airnya. Emangnya nggak kangen sama Indonesia?

Dari banyaknya pertanyaan serupa yang dilontarkan orang-orang, gue bisa kasih konklusi kalau konsep tinggal di luar negeri buat sebagian orang adalah hal yang nggak jelas. I get it. Seorang manusia memang butuh tempat menetap selamanya. Seorang manusia memang butuh tempat yang membuat mereka nyaman dengan segala kefamiliarannya. Dan pada umumnya, tempat yang bisa memberikan kenyamanan adalah tempat lahir kita. 

Hmmm... seperti biasa isi otak gue semacam mengawang-ngawang dan gue nggak tau mana yang harus gue tulis duluan. Let start with the idea of "home".

The reality is, I was actually grasping for the actual meaning of home since 2012, marking my two years of living abroad. Pada awalnya, Indonesia terasa sangat nyaman karena kebiasaan. Lahir dan besar di sana memberikan gue banyak banget orang-orang istimewa dan yang pasti cerita-ceritanya. Tempat-tempat yang sering gue kunjungi, suasananya, bahasanya, makanannya. Indonesia felt so familiar and that's what I called home.

Makin lama gue meninggalkan Indonesia, kefamiliaran itu makin lama pudar. Iya, sih. Bahasa dan makanannya masih sama. Tapi 8 tahun nggak menyaksikan secara konstan perkembangan negara ini, jelas gue ketinggalan banyak hal. Jejeran gedung yang tadinya gue selalu lihat, sekarang udah diganti sama bangunan yang baru yang nggak ada di ingatan gue. Kebiasaan orang-orang lokal yang tadinya gue kenal, sekarang malah gue yang harus menyesuaikan. 

Di sisi lain, Jerman makin terasa seperti guru kesayangan karena di sini lah gue pertama kalinya belajar untuk hidup seorang diri. Negara ini lah yang mengajarkan gue untuk jadi orang yang kuat. Negara ini juga yang mengajarkan gue bagaimana menjadi manusia bermental negara pertama. Dan negara ini juga yang memperlihatkan gue keberagaman agama, ras, dan warna kulit. Di sini lah gue dihadapkan oleh perbedaan dan diajarkan bagaimana menghadapinya. 

More and more I felt Indonesia is not special anymore. Bukan karena gue tidak nyaman dengan sekitarannya, bukan karena gue tidak familiar dengan keadaannya. Gue terlalu familiar dengan orang-orangnya, budayanya, bahasanya. Indonesia terlalu nyaman buat gue, dan membuat gue sulit untuk berkembang

Satu hal yang gue pelajari dari semua ini, ternyata seorang manusia bisa merasa nyaman di tempat yang bukan tanah kelahirannya. Ternyata definisi rumah hanyalah ada-adaan sebagian orang yang agak khawatir meninggalkan zona nyamannya.
I found my inner peace in Germany, despite all of the inconvenience this country has constantly given me.

Isu nasionalitas adalah salah satu yang sering diangkat ke permukaan. Tinggal di luar Indonesia nggak semerta-merta membuat gue hilang kepedulian terhadapnya. Gue nggak setuju jika berada di sana adalah satu-satunya cara mengekspresikan rasa cinta kita terhadap Indonesia. Karena banyak sekali para diaspora yang setiap harinya diisi dengan kegiatan positif dan mengharumkan nama bangsa. Sedangkan ada banyak juga yang tinggal di Indonesia tapi kerjanya hanya menyusahkan negara. Merusak fasilitas umum, menyuap polisi, korupsi, buang sampah nggak pada tempatnya, nggak membudayakan antre, dan lain sebagainya.

See? You can love your country however you want. You can in fact make your country proud wherever you are. Karena di manapun kita berada, selama yang kita lakukan berdampak positif untuk sekitar, negara juga bangga kok.

Will I ever live in Indonesia forever? Mungkin. Mungkin juga tidak, karena belum terpikirkan oleh gue untuk menetap selamanya di suatu negara. Ahh.. The classic "setelah kuliah harus bekerja dan menetap" banget nggak sih? 

Buat gue, mau di Indonesia, Jerman, Korea Selatan, Amerika Serikat, di manapun gue berada asalkan gue mendapatkan kesempatan untuk menantang diri gue. Asalkan gue bisa tetap proaktif berkontribusi untuk kemaslahatan anak manusia. Nggak jadi masalah. I live to experience, not to settle down. But maybe if I am old and tired of growing, I will.

But seriously, guys. The whole idea of home, work, settle down, build a family, etc are so confusing to me.  

Why does someone have to stay in their hometown? Why does someone has to have a 9 to 5 job? Why does someone have to settle once she has a family? 

Why does life has to be so conventional? Nobody said it has to be. Ya, kan?
 
Share:

51 comments

  1. Bener Git, pengen deh ngerasain puasa dan lebaran di luar negeri.. Soalnya kan kalo stay di luar mental dan empati kita bener2 diuji, tfs ya

    ReplyDelete
  2. love this line "why does life has to be conventional? Nobody said it has to be"

    ReplyDelete
  3. Finally🖤🖤🖤
    Auto swipe nih. Pengen kak terjun kayak kakak. Berani beropini tentang sesuatu. Bingung awalnya harus dari mana dan bagaimana. Doakan yah kak supaya bisa kyk gitu✨

    ReplyDelete
  4. Assalamualaikum, Ka Gita! Gue juga salah satu anak manusia yang merasa betah untuk hidup jauh dari kampung halaman. Mungkin emang bukan di luar negeri, katakanlah gue sekarang anak perantauan di Bogor, kampung halaman gue di Kalimantan. And...gue berkeinginan suatu hari nanti bisa study abroad. Tapi keinginan gue ditolak mentah-mentah sama Mama dan Abang gue dengan alasan “jauh dari keluarga” sehingga kalo ada masalah nanti susah kesananya. Well, dekat dengan keluarga memang sangat bagus..tapi jika dengan tinggal di kampung halaman kita nggak bisa berkembang dan nggak mendapatkan “inner peace”...? Yha..gimana ya..agak dilema akutu..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Waaaaa, nasib kita samaan:(pdhl pengen bgt dan udh ada niatan merantau tp ortu ga ngijinin, sebab ga ngijinin kita jg samaan:(

      Delete
    2. Yaakkk senasip sob, gue juga pengen banget merantau, pengen banget ngerasain survive dengan kemampuan sendiri, apalah daya enyak babe bilang "aduh kamu itu cewe, yg deket2 aja lah, ga pengen tetangga.an ama ibu?"

      Delete
  5. Aku juga mau banget ngerasain yg namanya tinggal sendiri. Bukannya udah ngga mau tinggal sama ortu, tapi mau belajar lebih mandiri aja. Walaupun belum terpikir untuk merantau jauh ke negara luar. Sekarang sih cuman mau merantau ke pulau sebrang. Tpi apa daya ngga dapat restu ortu, dan situwasi dan kondisinya ngga mendukung buat merantau ke daerah orang. Mungkin karna aku masih anak kuliahan. Semoga aja nanti kalo udh lulus kuliah biasa kerja dan merantau ke daerah lain.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Merantau butuh kesiapan mental yang lebih mau kamu merantau di dalam atau pun luar negeri kesiapan mental harus benar benar siap. Karena ketika diperantauan gak ada lagi si A dan Si B yang bisa kita andalkan dan kita memang benar benar mengandalkan diri sendiri dan tuhan.
      Semoga segera merasakan hidup diperantauan ya ��

      Delete
  6. Salah satu cita-cita gue dari kecil adalah bisa tinggal di luar negeri..
    Gue liat orang-orang yg tinggal di luar negeri tuh mandiri, disiplin, mentalnya kuat. Salut!!

    ReplyDelete
  7. Gue pernah kan lihat video kak gita tentang rumah kalo nggak salah, gue adalah satu anak yang belum pernah menjajaki apa itu dunia perantauan, memang seneng bisa dekat orang tua tapi ya itu gue ngerasa diri ini sedikit untuk bisa out of from the comfort zone.

    Lalu apabila ditanya, apa sih rumah untukmu? Gue suka bingung, apa ya arti "rumah" sesungguhnya? Lalu bagaimana dengan mereka yang tidak punya rumah?

    Entahlah kak Git, kemanakah kaki ini melangkah semoga selalu dalam ridho-Nya. InshaaAllah ��

    ReplyDelete
  8. Aku setuju, karena rasa nyaman itu bukan di dapat tpi di ciptakan. Sehingga kampung halaman pun bisa dibentuk dimana ada kita dan moment baik yg terjadi disana pula :)

    ReplyDelete
  9. That last paragraph, Kak Git..
    Ya. Why does someone has to have a 9 to 5 job. I also think why someone even needs, you know to build a new family. Why do we have to live this conventional life. Honestly I'm in 9 to 5 job rn. And it's killing me. I can't stop imagining to run from my boring desk to the wild island. I don't even care when I see people in high positions in the office. Bcs it's boring and I don't find it interest at all. There are so many 'why'. And when I think this way, people will judge me like 'what? what are u thinking of, girl? Why are you so weird?' And I will end up like,'ok, no one understands. Bye.'

    ReplyDelete
  10. Selalu terkesan dengan cara kak gita beropini , terimakasih untuk tulisannya kak. Bermanfaat. Kal gita bener yg buat peraturan setelah ini harus ini dan seperti ini ya manusia, hidup cuma sekali maka jadilah yg berarti. Dimana pun kita, kita tetap indonesia dan yg terpenting kita bahagia . Terimakasih kak gita :)

    ReplyDelete
  11. Nice Thoughts, Nice Written, and Nice Epilogue about Life in the end of it.

    Meski aku blm ngerasain tinggal di luar negeri, klo boleh beropini kak, baiknya hidup berawal dari menghargai tanah tempat tinggaltingg leluhur / orang2 di atas ortu..ambil pelajaran darinya, lalu barulah pilih tempat manapun tuk memulai cerita perantauan dan ambil hikmah darinya. Dan di akhir, pulang ke tanah leluhur lagi, guna "mendidik" generasi perantau & pembaharu tanah kelahiran yg lebih baik dari kita.

    Jadi menurutku, 3 proses itu perlu : hargai tanah leluhur, memulai perantauan, dan kembali lagi tuk mendidik generasi penerus yg tangguh.

    Hehe maaf panjang. Moga bermanfaat ����

    ReplyDelete
  12. Selalu terkesan dengan cara kak gita beropini , terimakasih untuk tulisannya kak. Bermanfaat. Kal gita bener yg buat peraturan setelah ini harus ini dan seperti ini ya manusia, hidup cuma sekali maka jadilah yg berarti. Dimana pun kita, kita tetap indonesia dan yg terpenting kita bahagia . Terimakasih kak gita :)

    ReplyDelete
  13. suka dengan cara berfikirnya kak gita. dengan semua opini yg dipaparkan ditulisan ini bikin aku jadi pengen banget jajal hidup di luar negeri, tapi aku tau it's depend on every person, kalau dia orangnya gabisa jauh dari rumah aku fikir dia akan ngerasa kesulitan untuk beradaptasi, termasuk aku, aku paling gabisa jauh dari ibu, tapi jika nanti gue dikasih kesempatan buat pergi atau menetap di luar negeri gue akan mencoba untuk keluar dari zona nyaman gue. doain. ya kak gita.

    ReplyDelete
  14. Pas bgt, lagi homesick dan baca ini.
    Gue 24, ngerantau dari umur 11 tahun. Dibentuk sama lingkungan yang bukan "rumah" gue. Jadi, kadang gue di"cap" bebas. Hehe, nice thought, Git

    ReplyDelete
  15. Semangat kak Gita! Dimanapun kita berada, yang penting jadi manusia baik dan bermanfaat buat orang sekitar kan? Yey! :)

    ReplyDelete
  16. Kalau kata dosenku yang lulusan LN, “lebih susah beradaptasi kembali setelah pulang dari LN ketimbang mengalami culture shock pada saat datang ke LN.” Wah ternyata itu bener ya :)

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah gw selalu baca tulisan tulisan lo git, dan alhamdulillah juga gw bisa berubah lebih baik menurut orang orang disekitar gw..
    Ada satu hal yang bikin gw agak kecewa dalam hidup gw git; gw tidak di izinkan untuk merantau keluar kota untuk mengembangkan diri dan ilmu gw padahal cuma luar kota git, susah bgt bagi gw untuk meyakinkan bapak gw..
    Tapi gw sadar git, ternyata bapak gw lebih butuh gw dibanding duit yg gw kasih..
    Thanks a lot git sudah menginspirasi gw untuk menjadi independent woman💛💛💛💛
    Semoga lo selalu dalam lindungan Allah SWT ya, Amiiin yarabbal alamin🙏🙏

    ReplyDelete
  18. Gua juga lebih betah di kontrakan gua (Tangerang) ketimbang di rumah (JakSel) , tujuan nya biar gua lebih mandiri. Emg sih jarak nya ga jauh tapi gua lebih nyaman di Tangerang

    ReplyDelete
  19. Aku senang membaca tulisan kak git ini.

    aku juga pengen banget ke luar negeri belajar budaya baru dan bahasa baru. setiap negara mempunyai keunikan masing-masing.

    ReplyDelete
  20. Hello, git.
    Kalau dari pengalaman pribadi gw, sebenernya semakin kita bisa pergi ke luar negeri dan tau tentang kultur,kebiasaan,masyarakat dari negara-negara lain, sebenernya malah ngebuat kita jadi bisa lebih menghargai sesuatunya, sih. Di gw efeknya gw jadi bisa lebih menghargai budaya sendiri dan juga budaya orang lain, lebih bisa menghargai pilihan hidup sendiri maupun pilihan hidup orang lain,lebih bisa berpikir secara lebih luas,dan lebih mempertimbangkan sesuatu hal dari berbagai sisi. Sering keluar negeri atau tinggal di luar negeri bukan berarti gak cinta sama negara sendiri, tapi justru makin cinta, makin cinta karena lebih terlihat sisi baiknya,i see it in a positive way :) Gw merasa menjadi seorang Indonesia di luar negeri seperti seorang "representative" yang harus membawa nama baik negara di kancah Internasional. Hehehe that's what i thought...
    Bdw, sukses terus yaa gita, i currently watched your video on youtube and i like it. Now i'll started to read ur blog too :D Ditunggu terus yaaa konten-kontennya giiit, keep up the good work!😀

    ReplyDelete
  21. I say, yes. Iya. I got it :)

    I ever felt that. Dan kayak, sekarang lagi ngusahain supaya bisa "keluar" dari zona nyaman yang disebut rumah, kemudian menetap di negara lain demi nama bangsa sendiri. Padahal, definisi rumah itu luas sekali.

    ReplyDelete
  22. Kak, apakah faktor kenyamanan lebih dari materi ? Yang pada umumnya bagi seorang manusia materi adalah salah 1 tujuan hidupnya. Nah bukannya rezeki kakak lebih banyak dateng pas di indo ? Apakah segitu nya kenyamanan bagi kakak ?

    ReplyDelete
  23. Kak, apakah kenyamanan lebih dominan kakak sukai dari materi ? Bukannya salah 1 tujuan hidup ini untuk mendapatkan materi ? Yg kadang banyak orang rela sangat ga nyaman untuk mendapatkan materi tsb, gua yakin ortu kakak jg gt. Sampe" mungkin kita sbg anak berfikir "gila bener,kuat banget ortu gua.bisa segitunya ye". Nah di indo menurut gua rezeki lo lancar banget kak, terbukti dari kakak yg terakhir pulang ke indo. Apa ga sayang kak, ga stay berapa lama lagi gt di indo ? Mungkin buat bantu ekonomi ortu ?

    ReplyDelete
  24. Kak, apakah kenyamanan lebih dominan kakak sukai dari materi ? Bukannya salah 1 tujuan hidup ini untuk mendapatkan materi ? Yg kadang banyak orang rela sangat ga nyaman untuk mendapatkan materi tsb, gua yakin ortu kakak jg gt. Sampe" mungkin kita sbg anak berfikir "gila bener,kuat banget ortu gua.bisa segitunya ye". Nah di indo menurut gua rezeki lo lancar banget kak, terbukti dari kakak yg terakhir pulang ke indo. Apa ga sayang kak, ga stay berapa lama lagi gt di indo ? Mungkin buat bantu ekonomi ortu ?

    ReplyDelete
  25. Assalamu'alaikum kak Git.
    Maaf, kalau saya ikutan nimbrung di kolom komentar ini.

    Ketika membaca tulisan kak gita yang terbaru ini, dibagian "More and more i felt indonesia is not special anymore. Bukan karena gue tidak nyaman dengan sekitarannya, bukan karena gue tidak familiar dengan keadaannya. Gue terlalu familiar dengan orang-orangnya, budayanya, bahasanya. Indonesia terlalu nyaman buat gue, dan membuat gue sulit untuk berkembang".

    Kalimat pernyataan pada bagian itu membuat ingin melontarkan banyak pertanyaan untuk kak gita.

    1) Tidak adakalah kespesialan yang dimiliki indonesia tetapi tidak dimiliki negara sekelas Jerman sehingga kak gita mengatakan "more and more i felt indonesia is not special anymore"?

    2) Dengan orang-orang seperti apakah kak gita sangat-sangat familiar sehingga kak gitg seolah-olah telah sangat mengenal berbagai orang-orang, budayanya dan bahasanya di negara ini, yang di mulai dari sabang sampai merauke?

    3) Apakah karena Indonesia yang begitu luas, sangat membuat kak gita terlalu nyaman sehingga menyulitkan kak gita berkembang, dimana kak gita bisa membuat sebuah brand dan sangat populer dikalangan khalayak ramai Indonesia, diundang kesana-kemari oleh orang-orang di Indonesia dan lain-lain sebagainya?

    Maaf kak git,
    Kalau pertanyaan saya kurang berkenan.

    ReplyDelete
  26. MasyaaAllah
    It's best statment ka Git♥
    Jadi sadar kalo selamanya kita di 'home' itu dengan segala kenyamanannya kita tuh jadi keenakan dan susah buat keluar dari 'comfort zone'.
    Makin betah buat di luar kota daaahhh♥
    Bener" ngobatin homesick♥♥♥
    Thank u for always inspiring me♥♥♥
    Sukses selalu. Allah bless you

    ReplyDelete
  27. Menurut pendapat gue, setiap orang berhak untuk punya definisi rumahnya sendiri. Dan gue setuju bahwa tempat yang nyaman membuat kita jadi sulit buat berkembang, seperti yang gue alami sendiri ketika berada di kampung halaman, gue terlalu nyaman berada di comfort zone dan jadi seorang penakut buat mencoba jauh dari kampung halaman, jadi nggak mandiri, jadi nggak terlatih buat menyelesaikan semua masalah sendiri tanpa bantuan dari ortu dan nggak berani buat mengambil resiko, hidup jauh dari ortu pasti udah ngebentuk karakter lo yang sekarang dan gue bangga banget sama lo, Git, lo dan semua keberanian lo buat tinggal jauh dari ortu, hidup mandiri di negara orang yang sebagian besar orang nggak berani buat melakukannya.

    ReplyDelete
  28. Hallo kak Gita, apa yang kakak ungkapkan dalam tulisan ini, saya juga sedang merasakannya, walaupun merantau nya masih di Indo. satu hal yang paling saya syukuri adalah, ketika orang tua sangat mendukung, mengizinkan, dan memberikan kepercayaan kpd kita untuk keluar dari daerah asalnya, dan mengeksplor apa yang ada dalam dirinya serta memberikan tantangan kepada kita agar bisa menjadi manusia yang lebih mengerti makna hidup & kehidupan.

    ReplyDelete
  29. Bener banget kak. Hidup di zona nyaman dimana kita gaada tantangan, esp misalnya as a muslim and hijabi di indo mah gampang bgt. Aku ga kebayang, bisajadi kalo dibanding wni2 hijabi diluar negri lebih kuat imannya. Like, we can grow up and advanced diluar zona nyaman. Thanks ka git! Pengen kuliah di luar juga tapi satu, masih ky takut gtu hidup sendiri disana, but u inspired me <3! Thanks much kaa

    ReplyDelete
  30. aku bentar doang sih di Sydney, tapi udah ngerasa banyak hal positif yang justru aku rasain pada diri aku. pas mau balik ke Indonesia malah nangis, karena ngerasa ngga siap, aku bakal balik kayak orang-orang kebanyakan disini. terlalu snatai, hahahihi, kurang berkembang.

    ReplyDelete
  31. This post is highly relatable to my condition. 23 years living in my hometown, in Indonesia makes me feel comforted a lot. Once I took big leap, living abroad, those convenient live disappear and it doesn't feel familiar anymore (like you said). The definition of home, really, is such a relative opinion. For me, the place I currently live is my home. Why? Because I found myself, I found sanctuary, I found a place that allows me to do everything that I was unable to do whilst I was in Indonesia.

    I love Indonesia, yes. Regardless how much I spent my time abroad, Indonesia still there in my blood. But if I were to asked "Do I want to go back?" I don't know. I don't think I will stay conscious and rational if I were there.

    We're on the same boat. And thanks for writing this. Appreciate it!

    ReplyDelete
  32. So happy being u kak git. I can't meet democracy in my family. That was restricted me to grow up.

    ReplyDelete
  33. Tulisan Kak Git selalu menjadi yang terbaik :)

    ReplyDelete
  34. Benerrr.. Sejak kuliah S1 sampe S2 gw di luar kota, terus pas pulang gw sempet netap 4 tahun terus nikah, sampe dapet kerjaan baru yang mengharuskan gw pindah ke kota lain lagi, new journey begin.
    Buat gw, konsep home itu adalah kamu tau kemana harus berpulang. Gw ngga masalah kalo untuk seterusnya tinggal di kota lain atau bahkan pindah ke kota lain lagi, yang semakin menjauhkan gw dr kampung halaman. Orang yang jiwanya beda sama kita, ngga bakal ngerti konsep home menurut kita itu, karena buat mereka home adalah zona nyaman mereka, just like what you said.
    Sukses selalu git, buat kita semua yang jaug dari kampung halaman.

    ReplyDelete
  35. Ka Gita bacain komen ga ya? Kayanya bakal seru bisa ketemu Ka Gita secara langsung. Tapi bukan sebagai fans dan idolanya. Tapi sebagai temen yang ngobrol tukar pendapat.. Ah.. Siapa aku .-.
    Aku juga mikirin yang Ka Gita tulis nih.. Kalau kelak iya hidup bisa dibawa terus berpetualang lalu suatu masa punya anak. Apa seorang anak sanggup luntang-lantung di usianya. Gimana soal temen, bla bla bla.. Ya begitulah.. Bingung ._.

    ReplyDelete
  36. Tambah komen: Btw Ka Gita di sana banyak temen orang jerman ga? Kepikiran aku, di sana ga ada temen. Pulang ke Indonesia ga ada yang kenal. Mungkin ga ya? Hidup begitu tuh nomaden bukan si? Mending punya barang dikit jadinya ya? Biar gampang ninggalin ini itunya..

    ReplyDelete
  37. Bener banget ka git,selama kita melakukan kebaikan dan berdampak positif. itu udah buat bangga negara.
    Keluar dari zona amanlah salah satunya yang membuat mental kits tangguh dan kuat akan hal apapun

    ReplyDelete
  38. Bener banget ka git,selama kita melakukan kebaikan dan berdampak positif. itu udah buat bangga negara.
    Keluar dari zona amanlah salah satunya yang membuat mental kits tangguh dan kuat akan hal apapun

    ReplyDelete
  39. Bener banget ka git,selama kita melakukan kebaikan dan berdampak positif. itu udah buat bangga negara.
    Keluar dari zona amanlah salah satunya yang membuat mental kits tangguh dan kuat akan hal apapun

    ReplyDelete
  40. Saya sangat setuju dengan anda. Dimana pun kita berada asal kita proaktif demi kemaslahatan bersama.

    ReplyDelete
  41. mbak gita aku mau nanya nih tentang pendapatnya mbak gita soal ausbildung di jerman, minta saran juga.kan aku dari d3 mau lanjut s1 tapi ada yang nyaranin ausbildung aja.menurut mbak gita gimana?soalnya setauku lanjut s1 di jerman itu 4 tahun.

    ReplyDelete
  42. jangankan keluar negri, keluar kota atau keluar pulau aja di indonesia udah menantang banget, yg tdinya cuek sekali dengan adat istiadat sendiri, begitu keluar pulau ktmu dgn bermacam macam suku malah bikin ada keinginan untuk belajar adat istiadat sendri dan malah meningkatkan rasa cinta trhdap kampung halaman sndri,malah ngasah mental dan bikin mental kita semakin berkembang.

    ReplyDelete
  43. have heard your name sometime ago, and get to know you better lately *of course based on what you convey on social media ;) I have been meaning to say that I adore your 'mind' and the more I can relate with them so much. Keep inspiring, git :)

    ReplyDelete
  44. Gak cuma ke luar negeri. Gw aja yang ngikut suami pindah ke luar kota. Uda ditanyai aja gak mau balik kah ke kota asal gw?, lebih cinta di kota yang baru kah? Dari lulus SMA gw mencoba untuk out from my box. Gw gak mau terlalu lama ditempat yang nyaman, karna gw tau gak bukan tipe orang yang bisa berkembang ditempat yang terlalu nyaman buat gw. Tp lagi-lagi gagal karna gw harus nurut ortu. Ahhh jadi entahlah gw sampai sekarang belom bisa menantang diri gw sendiri.

    ReplyDelete

Show your respect and no rude comment,please.

Blog Design Created by pipdig